Jumat, 12 Desember 2008

Silikon untuk baterai yang lebih tahan lama

Sebuah anoda berbasis silikon baru bisa meningkatkan kapasitas penyimpanan baterai-baterai ion litium dengan menambah waktu operasi peranti-peranti seperti laptop dan telepon genggam hingga sampai tujuh kali lipat, menurut para peneliti di Korea Selatan.

Baterai-baterai ion litium isi ulang merupakan sumber daya yang umum untuk berbagai peranti elektronik, dan juga sedang diteliti untuk digunakan pada mobil-mobil listrik hibrid − tetapi kapasitasnya perlu ditingkatkan untuk memenuhi permintaan akan daya.

Baterai-baterai ion litium menghasilkan arus listrik dari pergerakan ion-ion litium dari sebuah anoda grafit ke sebuah katoda berbasis logam. Ketika baterai sedang diisi, ion-ion litium bergerak kembali ke anoda grafit, dimana kemudian mereka terjebak. Akan tetapi grafit memiliki kapasitas penyimpanan yang relatif rendah − sehingga mengganti dengan material yang bisa menyimpan lebih banyak ion litium akan memungkinkan baterai tahan lebih lama.

Beberapa penelitian baru-baru ini telah berfokus pada penggunaan silikon, yang membentuk aloy-aloy litium dan bisa menyimpan jauh lebih banyak muatan dibanding grafit. Tetapi silikon mengembang hingga sampai 300 persen ketika aloy terbentuk, dan selanjutnya menyusut kembali ketika ion-ion litium dilepaskan. Setelah beberapa kali isi ulang, struktur silikon mulai rusak dan tidak lagi menyimpan ion-ion tersebut secara efektif.

Sekarang, Jaephil Cho dan rekan-rekannya di Hanyang University di Korea Selatan menganggap bahwa mereka telah memecahkan masalah ini dengan membuat sebuah material silikon berpori yang dapat mengakomodasi ekspansi dan kontraksi ini. Material ini dibuat dengan memanaskan nanopartikel silikon dioksida dengan sebuah gel berbasis silikon pada suhu 900°C dibawah argon. Silikon dioksida kemudian terlepas, menyisakan sebuah jejaring kristal-kristal silikon yang saling terhubung dilapisi dengan sebuah lapisan tipis karbon.

Dinding berpori kecil memastikan material bisa mengembang tanpa terjadi fraktur

Struktur yang dihasilkan mengandung pori-pori dengan dinding-dinding silikon tipis, ketebalannya hanya sekitar 400 nm. Pori-pori tersebut memungkinkan struktur ini "bernafas" − sehingga bahkan setelah mengembang dan berkontraksi selama lebih dari 100 kali isi ulang, material ini tetap mempertahankan kepaduan struktur. Tim Cho membuktikan hal ini dengan terus menerus menyimpan muatan listrik lebih dari 2800 miliamper jam per gram − sebuah nilai yang sekitar tujuh kali lebih tinggi dibanding grafit.

Proses pembuatannya cukup sederhana dan mudah ditingkatkan menjadi skala industri, kata tim peneliti ini − mereka mengatakan bahwa sebelumnya mereka telah bekerja sama dengan sebuah pabrik baterai. Tim ini juga menambahkan bahwa kapasitas penyimpanan yang lebih besar tidak berarti bahwa baterai memerlukan waktu lebih lama untuk diisi ulang. Struktur yang berpori tersebut bisa dengan cepat terisi − sehingga memungkinkan pengisian cepat dan pengosongan jika diperlukan. Dengan sifat ini, baterai tersebut dapat digunakan dalam aplikasi bertenaga lebih tinggi seperti mobil-mobil hibrid.

"Saya pikir ini adalah pendekatan yang sangat cerdas dan merupakan kemajuan signifikan di bidang ini," kata Steven Hackney, seorang ahli desain baterai di Michigan Tech, US. "Akan tetapi, karena material ini memiliki area permukaan yang sangat tinggi, mereka mungkin perlu hati-hati karena interaksi antara anoda dan elektrolit bisa merusak bagi operasi baterai."

"Kinerja material baru ini cukup mengesankan," papar John Irvine setuju, yang meneliti material-material anoda di University of St Andrews, UK. "Kemajuan ini akan memungkinkan pembuatan baterai yang lebih kecil dan lebih ringan, disamping mempertahankan operasi yang aman."

Disadur dari: http://www.rsc.org/chemistryworld/

(dikutip dari: Soetrisno, http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=230)

Tidak ada komentar: