Sabtu, 31 Januari 2009

GULA Picu Kerusakan Sel dan Penuaan

Makanan yang sehari-hari dimakan dapat mempengaruhi proses penuaan. Makanan yang kita makan dapat memberi bahan bakar bagi tubuh dan mempertahankan kerja sistem tubuh yang kompleks. Makanan secara langsung dapat mempengaruhi kondisi fisik dan mental, jumlah kerutan di wajah, kondisi keseluruhan otot dan tubuh, kondisi organ-organ dalam tubuh, kemampuan otak dan daya ingat, serta kondisi mental dan emosi. Nutrisi dibutuhkan tubuh dan otak untuk memperlambat penuaan. Tubuh membutuhkan suplai protein kualitas tinggi dan lemak yang baik. Makanan yang banyak mengndung gula dan kerbohidrat seperti nasi, pasta, dan kentang berpotensi menyebabkan peradangan.

Kurangnya pengonsumsian protein kualitas tinggi dapat menyebabkan kerusakan sel, dan tubuh pun tidak mampu memperbaikinya. Kerusakan ini sebetulnya tidak perlu terjadi dan dapat diperbaiki. Konsumsi gula dan karbohidrat berlebihan menyebabkan kandungan gula dalam darah meningkat sehingga terjadi sejumlah reaksi kimia yang mengakibatkan peradangan. Awalnya gula darah akan bereaksi dengan mineral dalam tubuh, seperti zat besi dan tembaga sehingga menghasilkan radikal bebas yang kemudian akan menyerang selaput lemak sel. Akibatnya, timbul aliran zat kimiawi penyebab peradangan sehingga menimbulkan kerusakan yang lebih parah dan mempercepat penuaan.

Peradangan sama dengan penuaan. Peradanganlah yang menyebabkan timbulnya kerutan, mudah lupa, mudah tersinggung dan stress dan menurunnya kesehatan. Gula darah yang meningkat akan menghasilkan radikal bebas yang dapat mengoksidasi lemak. Lemak yang teroksidasi ini tidak baik bagi tubuh. Kolesterol juga dapat teroksidasi. Kolesterol dibagi menjadi 2 yaitu LDL dan HDL. Kebanyakan orang menyebut LDL sebagai kolesterol jahat dan HDL sebagai kolesterol baik. Kolesterol LDL dapat menjadi jahat bila teroksidasi. Gula darah yang tinggi akan menyebabkan LDL teroksidasi. Kalau teroksidasi, LDL akan menimbulkan timbunan plak pada dinding pembuluh arteri. Timbunan ini dapat menyebabkan pembuluh darah tersumbat sehingga terjadilah penyakit jantung koroner. Dalam hal ini, tingginya kadar gula darah dapat memicu terjadinya penyempitan pembuluh darah dan jantung koroner.

Membanjirnya gula dalam darah dapat mengakibatkan kolagen pada kulit jadi saling silang, sehingga memicu timbulnya kerutan, kulit kendur, dan memudarnya warna kulit. Selain itu, serotonin (zat kimiawi otak yang menimbulkan perasaan senang) akan menurun drastis. Kopi dapat meningkatkan kadar insulin dan merangsang produksi hormon kortisol, yaitu hormon stress, yang menyebabkan perut menimbunan lemak dan juga menimbulkan efek toksik (racun) pada sel-sel otak.

Molekul gula dapat pula mengikatkan dirinya pada serat-serat kolagen. Ini dapat menimbulkan serangkaian reaksi kimia spontan. Reaksi ini akan berujung pada pembentukan dan akumulasi ikatan saling silang antara molekul kolagen. Saling silang yang terjadi pada kolagen ini menyebabkan hilangnya elastisitas kulit. Secara normal, untaian kolagen yang sehat akan saling terentang di atas satu sama lain sehingga kulit akan tetap elastis dan tidak ada kerutan. Orang-orang yang kolagennya telah bersaling silang akibat bertahun-tahun mengonsumsi karbohidrat dan gula berlebih kulitnya tidak elastis seperti semula. Garis-garis halus akan menetap karena di situlah molekul gula terikat pada kolagen sehingga mengakibatkan serat-serat kolagen menjadi kaku. Ikatan antara gula dan kolagen aakan menghasilkan sejumlah besar radikal bebas yang akan mengarah ke timbulnya peradangan yang lebih banyak lagi.

Tubuh membutuhkan karbohidrat agar dapat berfungsi normal. Makanan yang bagus untuk dikonsumsi adalah yang mengandung kadar gula/karbohidrat rendah dalam wujud buah-buahan dan sayur-sayuran. Makanan tersebut mengandung vitamin, mineral dan antioksidan yang dapat memperlambat tanda-tanda penuaan dan memberikan energi esensial. Makanan ini juga mengandung air yang dapat membantu mencegah dehidrasi kulit dan tubuh. Produk kalengan perlu dihindari karena proses pemanasan dan pengolahannya merusak banyak zat gizi yang dikandung makanan. Selain itu, makanan kalengan juga mengandung garam dan gula yang jika berlebih, tidak dibutuhkan tubuh. Di antara makanan yang dapat dinikmati adalah almond, alpukat, apel, asparagus, ayam, bayam, blueberry, brokoli, buncis, kepiting, anggur, jahe, jamur, tomat, kacang-kacangan, kedelai, kembang kol, mentimun, kiwi, cerry, jeruk, kubis, ikan kod, lobak, lobster, minyak zaitun, putih telur, salmon, sayur-sayuran hijau, selada, susu rendah lemak, tahu, teh, terong, udang, yogurt dan zaitun.

Daftar Pustaka :
Nicholas Perricone, M.D. 2007. The Perricone Prescription. Serambi. Jakarta

(dikutip dari: Arifiyah Rahmah, UGM, http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=142)

Cara Murah Mengkonversi Gas Menjadi Bahan Bakar

Beberapa peneliti di Jepang telah berhasil membuat sebuah sel bahan bakar yang bisa merubah metana (komponen utama gas alam) menjadi metanol (bahan bakar yang lebih bermanfaat) pada temperatur sedang.

Meskipun telah lama digunakan sebagai bahan bakar pada kenderaan bermotor, namun penggunaan metanol secara lebih luas terhambat oleh mahalnya biaya untuk memproduksinya dari metana - walaupun metana yang relatif murah banyak tersedia dari gas alam dan sebagai produk limbah dari tempat-tempat pembuangan sampah dan kawasan ternak. Perbedaan metanol dengan metana sangat kecil, yakni ada kelebihan satu atom oksigen pada metanol, tetapi untuk mendapatkan atom oksigen ini tanpa menghasilkan karbon dioksida cukup sulit dan biasanya memerlukan temperatur dan tekanan yang tinggi.

Tim penelitian Takashi Hibino di Universitas Nagoya, Jepang, telah berhasil menemukan sebuah metode baru untuk mengubah metana menjadi metanol, yang bisa dilangsungkan pada temperatur sedang (80C) dan tekanan udara. Mereka menggunakan sebuah material baru, timah posfat yang didoping dengan sedikit indium, sebagai material penghantar (elektrolit) pada sebuah sel bahan bakar hidogen/udara.

Sel bahan bakar tersebut normalnya mengubah hidrogen dan oksigen menjadi listrik dan air tetapi radikal-radikal oksigen juga terbentuk dalam proses tersebut.

Tim peneliti ini menemukan bahwa dengan menambahkan metana ke dalam bahan bakar hidrogen, mereka dapat menggunakan radikal-radikal oksigen teraktivasi tersebut untuk mengoksidasi metana menjadi metanol pada temperatur yang jauh lebih rendah dibanding temperatur yang digunakan pada proses konvensional. Meksipun alat ini menggunakan hidrogen dan metana, energi dari reaksi hidrogen bisa dikumpulkan sebagai energi listrik, seperti pada sel bahan bakar biasa.

'Sel bahan bakar kami ini secara simultan menghasilkan listrik dan juga metanol,' ungkap Hibino kepada Chemistry World. 'Akan tetapi, aktivitas reaksi untuk metana masih lambat, sehingga metana yang tidak bereaksi harus disirkulasi beberapa kali pada pengaplikasian sebenarnya.'

Meski begitu, Hibino optimis tentang potensi untuk mengembangkan proses ini menjadi skala industri. 'Yang menjadi target kami adalah sel bahan bakar ini digunakan sebagai sebuah reaktor untuk produksi metanol pada pabrik-pabrik kimia konvensional.'

Yongchun Tang, direktur Power Environmental Energy Research Center di Institut Teknologi California, Pasadena, A.S., sebelumnya telah melakukan beberapa upaya untuk merubah metana menjadi metanol. 'Saya yakin penemuan ini sangat menarik untuk efisiensi energi pemanfaatan gas alam,' ungkapnya ke Chemistry World. 'Metanol dengan biaya rendah merupakan bahan-baku yang sangat fleksibel yang bisa digunakan untuk produksi bensin dan solar atau digunakan secara langsung sebagai bahan bakar. Disamping itu, kelebihan teknologi ini adalah dapat dijadikan metode alternatif untuk penanganan remote gas atau gas terkait dalam jumlah kecil. Teknologi yang diusulkan ini bisa menghentikan pembakaran gas alami yang tidak bisa diolah lagi dan mengurangi emisi dari produksi minyak.

Disadur dari:http://www.rsc.org/chemistryworld/

(dikutip dari: Masdin Mursaha, http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=143)

Melakukan Reaksi Anorganik Ionik Pada Media CO2 Superkritis

Ketika karbon dioksida dipanaskan diatas temperatur kritisnya (31oC), pada tekanan yang lebih besar dari 72,8 atm, CO2 akan membentuk cairan superkritis. Cairan superkritis ini memiliki sifat-sifat baik dari larutan maupun gas. CO2 superkritis dapat digunakan sebagai pelarut dan seiring dengan waktu, kepopulerannya sebagai pelarut makin dikenal karena sifatnya yang aman, ramah lingkungan, dan murah dibandingkan dengan beberapa pelarut organik yang kini umum digunakan di dunia industri (1). Sebagai contoh, CO2 superkritis kini digunakan untuk melarutkan kafein dalam bijih kopi untuk menghasilkan kopi dengan kafein rendah (decaff coffee). Teknik lama untuk mendekafeinasi bijih kopi antara lain menggunakan berbagai pelarut organik seperti metilen klorida atau klorofom yang memiliki tingkat toksisitas tertentu. Keuntungan dari penggunaan CO2 superkritis ialah segi pembuangan yang relatif murah dan efek lingkungan yang relatif ramah, walaupun dari segi instrumentasi jauh lebih mahal. Selain itu, dalam aplikasi praktis, beberapa masalah kondisi kerja dengan suhu diatas suhu kritis relatif sedikit karena larutan CO2 memiliki suhu dan tekanan kritis yang lebih rendah dibandingkan dengan CO2 murni.

Satu masalah dengan penggunaan CO2 superkritis sebagai pelarut adalah ketidakmampuannya untuk melarutkan senyawa polar, seperti air dan senyawa ionik. Masalah ini dipecahkan dengan perancangan sebuah surfaktan, amonium karboksilat perfloro polieter (PFPE), dengan rumus umum :

F3C-[OCF2CF(CF3))n(OCF2)m]OCF2COO-NH4+

dimana n=~2 dan m=~3. Surfaktan ini adalah sebuah padatan mengkilat dengan massa molekul relatif rata-rata nya adalah 740. Surfaktan ini mampu mendispersikan air menjadi tetesan kecil dalam CO2 cair (2,3). Dalam CO2 superkritis, PFPE berperilaku menyerupai sabun dalam air, namun misel yang terbentuk berkebalikan dengan misel yang terbentuk oleh sabun dan air. Misel sabun dan air memiliki permukaan hidrofilik dan inti hidrofobik. Dalam misel PFPE dengan air, permukaan yang dibentuk adalah hidrofobik dan intinya adalah hidrofilik. Dengan PFPE, ujung hidrofilik (COO-) dari molekul membentuk sfera (sphere) yang mengelilingi air, dan ekor hidrofobik (perfloroeter) melarut dalam CO2 superkritis, seperti gambar dibawah.

©1997 American Chemical Society

Representasi skematik diatas menggambarkan lingkungan air dalam misel terbalik atau mikroemulsi. Mikroemulsi ini menunjukkan kemungkinan lingkungan dimana air dapat ditemukan. Air terikat atau air interfasial (Type 1) diasosiasikan dekat dengan gugus kepala ionik (direpresentasikan dengan lingkaran putih) dari molekul surfaktan PFPE. Air ruah (bulk) (Type 2) terletak di dalam inti membentuk tetes air. Lingkungan ketiga adalah lingkungan bebas air dimana ini melarut dalam 'minyak' atau fasa CO2 superkritis dan tidak diasosiasikan dengan lingkungan mikroemulsi.

Dalam CO2 superkritis, interaksi ini menstabilkan air yang tak hingga, dimana ini disebut mikroemulsi. Air dalam mikroemulsi memiliki sifat yang sama dengan air ruah, dan melarutkan senyawa polar dan ionik. Sebagai contoh, kalium permanganat (KMnO4) tidak larut dalam CO244 dalam air ruah (2,3). Pengukuran dengan sistem elektroda pH biasa menunjukkan bahwa air di dalam mikroemulsi bersifat asam, dengan pH 3. Ini diakibatkan pembentukan asam karbonat oleh karbon dioksida dan air. Ini berarti bahwa semua reaksi dalam medium ini akan berada dalam kondisi asam, sebuah faktor yang harus diperhitungkan ketika menjelaskan studi kinetik atau kemungkinan mekanisme reaksi. superkritik biasa, namun ia akan larut dengan adanya mikroemulsi air. Selain itu, larutan KMnO ini memiliki karakteristik warna ungu dari ion permanganat dan spektrum UV-visible memiliki kesamaan dengan KMnO

Kehadiran dari mikroemulsi memungkinkan reaksi-reaksi tertentu terjadi, dimana pada kondisi CO2 superkritik biasa tidak akan terjadi. Sebagai contoh, natrium nitroprusida (Na2[Fe(CN)5(NO)] .2H2O) larut dalam air, namun tidak larut dalam CO2 superkritis. Hidrogen sulfida (H2S) larut baik dalam CO2 superkritis biasa namun tidak begitu larut dalam air. Karena natrium nitroprusida tidak larut dalam CO2 superkritis maka tidak akan ada reaksi yang tterjadi anatara kedua senyawa ini dalam CO2 superkritis biasa. Ketika kedua senyawa ini dilarutkan dalam CO2 superkritis dengan mikroemulsi, reaksi berikut akan terjadi yang diiringi dengan perubahan warna merah menjadi kuning :

[Fe(CN)5(NO)]2- + HS- -> [Fe(CN)5N(O)SH]3-

Situasi yang sama muncul pula dengan kalium dikromat (K2Cr2O7) dan sulfur dioksida (SO2). Karakteristik kelarutan kedua senyawa ini sendiri menyerupai contoh sebelumnya secara berturutan. Ketika kedua senyawa ini diarutkan dilarutkan dalam CO2 superkritis dengan mikroemulsi, kalium dikromat akan dirubah menjadi kromium (III) sulfat [Cr2(SO4)3] (2). Reaksi ini tidak terjadi dalam CO2 superkritis biasa, karena spesi-spesi ionik yang terlibat tidak larut dalam medium ini.

Kemungkinan untuk melarutkan senyawa ionik anorganik dalam CO2 superkritis dengan mikroemulsi membuka beberapa kemungkinan untuk melakukan tipe-tipe reaksi baru dalam medium ini. Karena banyak gas seperti O2, CO, Cl2, SO2 lebih larut dalam CO2 superkritis dibandingkan media larutan biasa maka reaksi yang homogen dan efisien dapat dilakukan antara gas dan spesi ionik. Karena ini dan berbagai kemungkinan baru, maka popularitas CO2(4). superkritis sebagai medium pelarut diprediksikan akan semakin meningkat

Daftar Pustaka

  1. Supercritical Carbon Dioxide: Uses as an Industrial Solvent, a fact sheet put out by the Institute for Local Self-Reliance.
  2. M. J. Clarke, L. Kristi, K. P. Harrison, S. M. Howdle, 1997, Water in supercritical carbon dioxide microemulsions: Spectroscopic investigation of a new environment for aqueous inorganic chemistry, Journal of the American Chemical Society, 119: 6399.
  3. M. Roubi, 1997, Colorful inorganic chemistry coaxed into supercritical CO2, Chemical and Engineering News, Issue of August 11, 40.
  4. New Role for Supercritical Carbon Dioxide on the page maintained by Chemistry and Industry News
(dikutip dari: Tomi Rustamiaji, S.Si, ITB, http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=144)

Ilmu Untuk Mencium

Bau kesuksesan : Teknologi mikrocipBau mempengaruhi banyak dari tingkah laku kita, termasuk apa yang kita pilih untuk makan, siapa yang kita rayu, dan bahaya apa yang ada di sekitar kita. Namun, dibalik kepentingan dari penciuman, sedikit dari kita yang mengetahui ilmu dibalik penciuman. Kini, ilmuwan dari French National Research Institute fo Agricultural Research (INRA) di Jouy-en-Josas, Perancis, telah menggunakan teknologi mikrochip dalam laboratorium untuk memberikan sedikit pencerahan pada proses yang rumit ini.

Para ilmuwan mengetahui bahwa molekul aroma, atau odoran, terikat ke reseptor olfaktori (RO) yang berada dibawah lapisan mukus dibagian atas dari hidung. Terdapat lebih dari 350 RO yang berbeda pada manusia, dan kinerja dari kombinasi RO yang berbeda ini yang membuat kita mampu untuk mencium berbagai jenis aroma. Odoran yang terikat kepada RO membuat suatu reaksi berantai terjadi yang merubah energi pengikatan kimia menjadi sebuah sinyal elekrik saraf, dan diterjemahkan oleh otak sebagai bau.

Yang membingungkan disini adalah bagaimana mekanisme pengikatan pertama dapat terjadi. Kebanyakan dari odoran memiliki sifat hidrofobik, sementara mukus yang menyelubungi RO dalam hidung adalah cairan. Para ilmuwan telah berasumsi bahwa ada spesi lain yang terlibat untuk membantu odoran menembus lapisan mukus ini; sebuah protein pengikat odor (PPO). Namun interaksi yang melibatkan ketiga spesi ini belum pernah didemonstrasikan hingga penelitian ini diterbitkan.

Kini Jasmina Vidic, Edith Pajot-Augy dan rekan sejawat telah mengamati interaksi seperti ini. Menggunakan resonansi permukaan plasmon (RPS) para peneliti telah mempelajari pengikatan dari ketiga spesi pada sebuah sensor berbentuk cip. RPS menggunakan sinar untuk mengeksitasi permukaan plasmon (gelombang elektromagnetik pada sebuah permukaan). Osilasi mereka sangat sensitif terhadap perubahan di lingkungan, sehingga proses pengikatan dapat diamati pada cip dengan mengukur perubahan pada osilasi ini.

Seiring dengan penemuan tentang peran transpor pasif dari PPO, ilmuwan Perancis menemukan bahwa protein memiliki peran aktif dalam hidung yaitu menjaga aktivitas RO pada konsentrasi odoran yang tinggi. "Telah ada prediksi dalam arah ini", ujar Virdic. "Namun dugaan ini belum pernah didemonstrasikan sebelumnya".

"Skema deteksi tanpa penandaan berdasarkan RPS mulai diminati oleh para ilmuwan untuk studi berbagai macam jenis interaksi reseptor-ligan", ujar Sabine Szuneritz, seorang ahli dari Grenoble Institute of Technology, Perancis. Dia mengungkapkan bahwa studi ini "...telah menunjukkan bahwa sensor bioelektronik RPS adalah alat ampuh untuk penyelidikan pertanyaan-pertanyaan seputar biologi makhluk hidup"

(dikutip dari: Tomi Rustamiaji, S.Si, ITB, http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=145)

Ancaman Arsenik Di Balik Susu Beras

Para peneliti telah menemukan bahwa level arsenik dalam air beras telah melewati ambang batas dari standar air minum Uni-Eropa dan Amerika. Andrew Meharg dan rekan sejawat dari University of Aberdeen, Inggris, telah menemukan bahwa orang-orang yang meminum susu beras terancam oleh konsentrasi tinggi dari arsenik (terutama dalam bentuk anorganik). Telah diketahui bahwa beras dapat mengandung kadar tinggi dari arsenik anorganik, sebuah senyawa karsinogenik untuk manusia. Namun kekhawatiran tentang kadar arsenik anorganik dalam susu beras tidak setinggi seperti sekarang. Susu beras adalah susu pengganti untuk para vegetarian dan penderita alergi laktosa.

Tim Meharg menganalisa sampel dari susu beras untuk mengamati transfer arsenik anorganik ketika beras dirubah menjadi susu beras. Mereka menguji susu beras komersial dan susu beras buatan sendiri dari bijih beras putih dan coklat. Selain itu pengamatan kadar arsenik dalam susu kedelai dan susu gandum pun diamati.

Peraturan Uni-Eropa mengatur nilai ambang batas dari jumlah arsenik yang diijinkan terkandung dalam air minum, dan Amerika secara spesifik membatasi batas kadar senyawa-senyawa arsenik anorganik. Kedua peraturan ini tidak mengatur kadar arsenik dalam makanan, dan belum ada kejelasan tentang kategori pengkelasan susu berada dimana.

Meharg menemukan bahwa semua sampel susu beras komersial melebihi batas peraturan Uni-Eropa untuk air dan 12 dari 15 sampel melebihi standar Amerika dengan total median kadar arsenik berada pada tingkat tujuh kali lipat lebih banyak dibandingkan sampel susu kedelai dan susu gandum.

David Polya dari University of Manchester, Inggris, adalah seorang ahli di bidang resiko senyawa kimia lingkungan terhadap manusia. Dia berujar bahwa penelitian ini menyorot 壮ebuah keinkonsistenan pada penerapan peraturan dari senyawa karsinogenik, seperti arsenik, antara minuman dan makanan. Golongan yang umumnya memiliki resiko, seperti vegetarian, tidak diidentifikasi sebagai perkiraan eksposur rata-rata・tambahnya.

Meharg mengatakan bahwa kelompok penelitiannya akhir-akhir ini telah menerima pendanaan untuk menghasilkan tanaman beras yang lebih sedikit mengandung arsenik. Ia juga bermaksud untuk mengkarakterisasikan ketersediaan biologis dari arsenik dari beras terhadap manusia untuk membuktikan bahwa rute eksposur ini mengkhawatirkan.

(dikutip dari: Tomi Rustamiaji, S.Si, ITB, http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=146)