Sabtu, 31 Januari 2009

Ilmu Untuk Mencium

Bau kesuksesan : Teknologi mikrocipBau mempengaruhi banyak dari tingkah laku kita, termasuk apa yang kita pilih untuk makan, siapa yang kita rayu, dan bahaya apa yang ada di sekitar kita. Namun, dibalik kepentingan dari penciuman, sedikit dari kita yang mengetahui ilmu dibalik penciuman. Kini, ilmuwan dari French National Research Institute fo Agricultural Research (INRA) di Jouy-en-Josas, Perancis, telah menggunakan teknologi mikrochip dalam laboratorium untuk memberikan sedikit pencerahan pada proses yang rumit ini.

Para ilmuwan mengetahui bahwa molekul aroma, atau odoran, terikat ke reseptor olfaktori (RO) yang berada dibawah lapisan mukus dibagian atas dari hidung. Terdapat lebih dari 350 RO yang berbeda pada manusia, dan kinerja dari kombinasi RO yang berbeda ini yang membuat kita mampu untuk mencium berbagai jenis aroma. Odoran yang terikat kepada RO membuat suatu reaksi berantai terjadi yang merubah energi pengikatan kimia menjadi sebuah sinyal elekrik saraf, dan diterjemahkan oleh otak sebagai bau.

Yang membingungkan disini adalah bagaimana mekanisme pengikatan pertama dapat terjadi. Kebanyakan dari odoran memiliki sifat hidrofobik, sementara mukus yang menyelubungi RO dalam hidung adalah cairan. Para ilmuwan telah berasumsi bahwa ada spesi lain yang terlibat untuk membantu odoran menembus lapisan mukus ini; sebuah protein pengikat odor (PPO). Namun interaksi yang melibatkan ketiga spesi ini belum pernah didemonstrasikan hingga penelitian ini diterbitkan.

Kini Jasmina Vidic, Edith Pajot-Augy dan rekan sejawat telah mengamati interaksi seperti ini. Menggunakan resonansi permukaan plasmon (RPS) para peneliti telah mempelajari pengikatan dari ketiga spesi pada sebuah sensor berbentuk cip. RPS menggunakan sinar untuk mengeksitasi permukaan plasmon (gelombang elektromagnetik pada sebuah permukaan). Osilasi mereka sangat sensitif terhadap perubahan di lingkungan, sehingga proses pengikatan dapat diamati pada cip dengan mengukur perubahan pada osilasi ini.

Seiring dengan penemuan tentang peran transpor pasif dari PPO, ilmuwan Perancis menemukan bahwa protein memiliki peran aktif dalam hidung yaitu menjaga aktivitas RO pada konsentrasi odoran yang tinggi. "Telah ada prediksi dalam arah ini", ujar Virdic. "Namun dugaan ini belum pernah didemonstrasikan sebelumnya".

"Skema deteksi tanpa penandaan berdasarkan RPS mulai diminati oleh para ilmuwan untuk studi berbagai macam jenis interaksi reseptor-ligan", ujar Sabine Szuneritz, seorang ahli dari Grenoble Institute of Technology, Perancis. Dia mengungkapkan bahwa studi ini "...telah menunjukkan bahwa sensor bioelektronik RPS adalah alat ampuh untuk penyelidikan pertanyaan-pertanyaan seputar biologi makhluk hidup"

(dikutip dari: Tomi Rustamiaji, S.Si, ITB, http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=145)

Tidak ada komentar: