Jumat, 07 November 2008

Protein fluoresen hijau menangkan Hadiah Nobel

Hadiah Nobel 2008 di bidang Kimia telah dianugerahkan kepada tiga ilmuwan yaitu ilmuwan Jepang Osamu Shimomura dan peneliti Amerika Serikat Martin Chalfie dan Roger Tsien, karena penemuan dan pengembangan protein fluoresen hijau (GFP).

Protein ini, yang pertama kali diisolasi dari seekor ubur-ubur, sekarang ini sudah rutin digunakan sebagai penanda yang menyala terang untuk menelusuri posisi-posisi dan interaksi-interaksi protein-protein dalam sel.

Profesor Lars Thelander dari Royal Swedish Academy of Sciences, setelah pengumuman penganugerahan tersebut, mengatakan GFP merupakan sebuah alat yang sangat baik yang memungkinkan kita untuk meneliti metabolisme dan reaksi-reaksi di dalam sel-sel hidup tanpa merusaknya. Sekarang ini sudah sangat mudah menandai protein dengan penanda fluoresen, Thelander menambahkan, dengan catatan bahwa GFP telah membantu dalam memberikan pengetahuan-pengetahuan baru tentang proses-proses seluler yang terkait dengan penyakit seperti kanker, HIV dan penyakit Alzheimer.

Tonggak kimiawi

Osamu Shimomura adalah orang pertama yang mengidentifikasi dan mengisolasi GFP, yang bertanggungjawab untuk bioluminesensi karakteristik dari ubur-ubur Aequorea victoria. Shimomura, yang dulunya di Universitas Princeton, dan sekarang bermarkas di Laboratorium Biologi Kelautan di Woods Hole, Massachusetts, mengambil ekstrak dari lebih 1.000 ubur-ubur selama musim panas tahun 1961 untuk mencari sebuah protein yang menyala hijau terang dibawah sinar UV.

Penelitian Shimomura yang sangat cermat tentang sifat-sifat kimia protein yang berfluoresensi ini menjadi cikal bakal untuk tahapan selanjutnya. Pada awal tahun 1990an, Martin Chalfie, sekarang di Universitas Columbia di New York, menemukan gen ubur-ubur yang bertanggungjawab untuk menghasilkan GFP dan memadukannya ke dalam kode genetik bakteri E. coli. Chalfie cukup terkejut menemukan sel-sel ini menyala terang, walaupun tidak ada enzim atau zat kimia ubur-ubur yang dianggap diperlukan untuk fluoresensi tersebut.

Walaupun banyak organisme yang bisa berfluoresensi terang, seperti kunang-kunang dan ikan tropis, namun proses-proses kimianya biasanya melibatkan komponen-komponen lain yang diperlukan selama luminesensi. Chalfie menemukan bahwa GFP cukup berbeda – hanya memerlukan oksigen untuk menjalankan proses konversi sinar ultraviolet menjadi sinar hijau terang yang tampak. Dengan melanjutkan penyelidikannya terhadap cacing gelang C. elegans yang memiliki panjang mencapai milimeter, Chalfie menemukan bahwa label-label GPF berpotensi untuk ditempelkan pada tipe sel hidup manapun dengan menyisipkan gen tersebut di lokasi tertentu dalam DNA.

Penghargaan besar

Akan tetapi, masih ada masalah penggunaan GFP secara praktis karena protein ini cenderung kehilangan kemampuannya untuk berfluoresensi dari waktu ke waktu dan warna hijau bukan merupakan warna yang ideal untuk penelitian-penelitian cermat. Roger Tsien, sekarang di Universitas California, San Diego, membuat berbagai mutasi dalam gen, dan menghasilkan varian-varian GFP baru yang berfluoresensi lebih kuat dan berwarna berbeda, mulai dari biru sampai merah dan kuning.

Jeremy Sanders, yang menjadi pembimbing Tsien selama studi untuk gelar PhD di Universitas Cambridge, mengatakan bahwa inilah saatnya untuk mengakui GFP. "Penelitian Roger, bahkan sebelum ditemukannya GFP, telah membuka dunia serba-baru untuk mengamati sel-sel hidup dari jarak yang lebih dekat," ungkap Sanders ke Chemistry World. "Sekarang anda dapat membeli senyawa-senyawa ini di pasaran dan senyawa-senyawa ini telah mentransformasi bidang biologi molekuler."

Berkat penelitian Tsien, banyak sel-sel berbeda yang bisa ditelusuri secara real-time – sehingga memungkinkan sel-sel ini untuk diteliti saat mereka berinteraksi, memetabolisasi zat kimia atau saat membelah. Bermula dari ditemukannya sebagai protein ubur-ubur yang tidak berharga, GFP sekarang ini telah merubah cara kita memandang dunia kehidupan sel yang dinamis.

Pemenang Hadiah Nobel 2006. Roger Tsien, Osamu Shimomura and Martin Chalfie

Setelah terbangun dari tidurnya pada jam 3 subuh untuk mendengar pengumuman penghargaan tersebut, Tsien berbicara lewat telepon dalam jumpa pers di Swedia. "Saya merasa sangat terhormat dan senang karena penelitian ini dapat diakui," tuturnya, dengan menambahkan bahwa dia cukup terkejut telah dipilih untuk memenangkan hadiah nobel. "Ini merupakan karya dari banyak orang, tetapi kami bertigalah yang harus menjadi tokoh utama di balik semua ini."

Masing-masing dari tiga peneliti ini akan mendapatkan total hadiah sebesar 10 juta Kroner Swedia (800.000 poundsterling atau sekitar Rp.15 milyar).

(dikutip dari Soetrisno, http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=211)

Tidak ada komentar: