Senin, 27 Oktober 2008

Hidup dalam Lingkungan yang Terlalu Steril Nampaknya Memiliki Efek Kesehatan Negatif


Anak-anak yang tumbuh di rumah yang terlalu steril kemungkinan memiliki resiko menderita Inflammatory Bowel Disease (IBD) lebih tinggi, menurut kesimpulan suatu studi.

IBD (gangguan saluran cerna yang ditandai dengan adanya peradangan yang menahun), mengacu pada sekelompok kondisi yang ditandai dengan peradangan kronis di usus, khususnya gejala seperti nyeri perut dan diare.

Dalam penelitian baru yang dipublikasikan di American Journal of Gastroenterology, para peneliti mengamati apakah hygiene hypothesis mungkin berkaitan dengan meningkatnya resiko IBD pada anak-anak muda.

Hygiene hypothesis dikemukakan kali pertama pada akhir 1980-an sebagai penjelasan atas berkembangnya alergi pada negara-negara maju.

Teori itu menyebutkan bahwa, bila anak-anak mulai bersinggungan dengan beberapa virus, bakteri, dan mikroorganisme lain di masa awal kehidupannya, perkembangan sistem kekebalan tubuh mereka akan bekerja.

Contohnya, beberapa studi telah menemukan bahwa anak-anak yang menghabiskan waktunya di tempat-tempat pengasuhan anak, dimana mereka kemungkinan besar berhubungan dengan virus atau mikroorganisme lain, memiliki kemungkinan kecil mengidap alergi dibandingkan teman sebayanya yang kurang bergaul dengan anak-anak lain di masa awal kehidupannya.

Untuk studi yang sedang berlangsung, Dr. Eran Israeli dan koleganya mengamati hubungan antara resiko IBD dan beberapa indikator tentang bagaimana hygiene hypothesis diajarkan pada anak, termasuk berapa jumlah saudara kandung, jarak urutan kelahiran dalam keluarga (tanpa mempertimbangkan jenis kelamin), dan apakah keluarga anak tersebut tinggal di daerah pinggiran atau perkotaan. Lingkungan pedesaan umumnya dianggap kurang sehat dibanding lingkungan perkotaan.

Para peneliti menemukan bahwa diantara hampir 400.000 anak belasan tahun yang termasuk dalam penelitian Israeli ini, 768 (0,2%) anak telah didiagnosa terkena IBD. Mereka yang hanya mempunyai satu saudara kandung, memiliki kemungkinan dua atau tiga kali lebih besar terkena IBD dibandingkan anak belasan tahun yang memiliki lima saudara kandung atau lebih.

Demikian pula, anak belasan tahun yang tinggal di perkotaan memiliki kemungkinan menderita IBD 38% lebih tinggi ketimbang teman-temannya di pedesaan.

Penemuan ini tidak dapat membuktikan bahwa hygiene hypothesis berlaku untuk IBD, menurut Israeli, dari Hadassah Medical Center-Hebrew University di Jerusalem.

Studi ini, kata Israeli kepada Reuters Health, hanya mengamati “indikator sampel” dari kebersihan anak dan memperlihatkan hubungan antara indikator tersebut dengan IBD.

Tetapi jika lingkungan kehidupan modern yang ekstra-bersih benar-benar memberi kontribusi berkembangnya IBD pada individu yang rentan, lantas apakah implikasinya?

“Tentu tidak realistik bila menyarankan untuk tinggal di lingkungan yang kurang bersih atau mengubah kondisi tempat tinggal untuk mengusahakan perlindungan yang tepat dari perkembang-an IBD di masa mendatang,” kata Israeli.

Bagaimanapun, ia menambahkan, mungkin memang masuk akal menurunkan resiko IBD pada mereka yang memiliki resiko IBD lebih tinggi daripada mereka yang normal –seperti mereka yang anggota keluarganya terkena IBD– dengan mengenalkan mikroba yang tidak membahayakan untuk membantu mengatur respons kekebalan tubuh mereka.

Para peneliti telah mulai mempelajari apakah menggunakan cacing parasit yang tidak berbahaya dapat membantu menangani Crohn’s disease (penyakit sistem pencernaan yang mungkin mempengaruhi bagian manapun dari daerah gastrointestinal atau saluran perut-usus, mulai dari mulut ke dubur) atau colitis (kolitis adalah penyakit yang merupakan peradangan usus besar). Studi belum meneliti cara seperti itu untuk mencegah IBD pada mereka yang beresiko tinggi dalam kesehatan, kata Israeli. (reuters health/tnm/feb)

Sumber: American Journal of Gastroenterology, Juli 2008 (dikutip dari www.erabaru.or.id)

Tidak ada komentar: