Rabu, 15 Oktober 2008

OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)

Penyakit Tuberkulosis (TBC) merupakan salah satu jenis penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat khususnya TBC paru. Penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis yang menyerang paru, namun dapat juga mengenai organ lain. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun. Sumber penularan adalah penderita TBC dengan basil tahan asam (BTA) positif yang menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak) pada waktu batuk atau bersin. Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan.

Hasil survei menunjukkan bahwa penyakit TBC merupakan penyebab kematian nomor tiga di Indonesia setelah penyakit kardiovaskuler dan saluran pernafasan pada semua kelompok usia dan penyebab kematian nomor satu dari penyakit infeksi. Penyakit TBC merupakan penyakit menular yang dapat disembuhkan dengan pengobatan lengkap dan teratur. Pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak lengkap di masa lalu, diduga telah menimbulkan kekebalan ganda kuman TBC terhadap obat anti tuberkulosis atau multi drug resistance (MDR).

Sepertiga dari populasi dunia telah tertular TBC dan Indonesia merupakan urutan ke-3 setelah India dan China yang memiliki penderita TBC tertinggi. WHO mengemukakan bahwa penyakit TBC saat ini merupakan masalah global, disamping tingginya angka penderita dan kematian akibat TBC, penyakit ini juga menimbulkan masalah sosial ekonomi bagi penderita, keluarga, masyarakat dan negara. Diperkirakan 95% penderita TBC berada di negara berkembang, 75% penderita TBC adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun).

Intervensi yang sangat efektif berupa pencegahan dan pengobatan akan menyelamatkan kehidupan penderita, mengurangi kemiskinan dan mengembangkan roda ekonomi. Dengan menggunakan strategi yang dikembangkan dan direkomendasikan oleh WHO, Directly Observed Treatment Short-Course (DOTS), yang menekankan pada diagnosis yang benar dan tepat dilanjutkan dengan pengobatan jangka pendek yang efektif dan pengawasan, angka keberhasilan pengobatan mencapai 85%. Untuk menjamin kepatuhan dalam menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT) oleh seorang Pengawas Minum Obat (PMO). Strategi DOTS yaitu pengobatan jangka pendek dengan pengawasan langsung, pertama kali diperkenalkan di Indonesia tahun 1996 dan telah dilaksanakan secara luas dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Institusi pelayanan yang menyediakan pelayanan dengan strategi DOTS yang semula hanya dikembangkan di Puskesmas, saat ini sudah banyak dilaksanakan di rumah sakit maupun dokter praktek swasta.

OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)
Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan yang diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan. Tujuannya supaya semua kuman (termasuk kuman persister) dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, obat dan jangka waktu pengobatan), kuman TBC akan berkembang menjadi resisten. Pendampingan dan supervisi pengobatan dengan program DOT akan membantu meningkatkan kepatuhan pasien.

Untuk menjamin mutu obat-obat anti tuberculosis FDC dan non FDC yang beredar di Indonesia, produk-produk tersebut harus dilakukan uji Bioekivalensi terlebih dahulu sebelum dipasarkan. Uji Bioekivalensi sangat erat hubungannya dengan formulasi dan bahan baku zat aktif yang digunakan, untuk memprediksi kesetaraan kadar obat dalam darah setelah obat diminum dibandingkan dengan produk inovator yang telah melakukan uji klinik sebelumnya.

Jenis Obat Anti Tuberkulosis
Isoniasid (H): dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang.
Rifampisin (R): Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant (persister) yang tidak dapat dibunuh oleh Isoniasid.

Pirasinamid (Z): Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam.
Streptomisin (S): Bersifat bakterisid. Menyebabkan kerusakan saraf ke delapan yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan. Dapat menembus barier plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada wanita hamil karena dapat merusak saraf pendengaran janin.

Etambutol (E): Bersifat sebagai bakteriostatik. Diikutkan dalam pengobatan jika diprediksi ada resistensi terhadap INH.
WHO dan IUATLD (International Union Against Tuberkulosis and Lung Disease) merekomendasikan pengobatan tuberkulosis berdasarkan kategori sebagai berikut: (tabel 1)

PADUAN OAT DI INDONESIA
Indonesia menggunakan paduan OAT sesuai anjuran WHO. Namun penggunaan OAT pada tahap 4 digunakan istilah OAT sisipan. Paduan OAT tersebut antara lain:
Kategori-1 (2HRZE/4H3R3):
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniasid (H) dan Rifampisin (R), diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan. (Tabel 2)

Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3):
Diberikan selama 3 bulan yang terdiri dari 2 bulan dengan HRZE dan suntikan Streptomisin setiap hari, dilanjutkan 1 bulan dengan HRZE setiap hari dan tahap lanjutan yang terdiri dari HRE diberikan tiga kali dalam seminggu selama 5 bulan. (tabel 3)

Kategori-3 (2HRZ/4H3R3):
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin(R) dan Pirasinamid (Z). Diberikan setiap hari selama 2 bulan dilanjutkan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR diberikan 3 kali semingu selama 4 bulan. (tabel 4)

OAT Sisipan (HRZE)
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan pengobatan sisipan setiap hari selama satu bulan. (tabel 5)
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket kombipak, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu paket untuk satu penderita dalam satu masa pengobatan. Beberapa OAT kombipak yang beredar di Indonesia antara lain Paduan OAT kategori I, II dan III, Paduan OAT sisipan, Paduan OAT Kategori Anak, Kombipak anak.

TABLET FIXED DOSE COMBINATION (FDC)
Penderita tuberkulosis di dunia masih menggunakan OAT tunggal. Untuk memperbaiki pengobatan tuberkulosis WHO menganjurkan menggunakan 2 dan 3 OAT- FDC dalam strategi DOTS. Terakhir WHO menambahkan 4 OAT-FDC dalam model daftar obat essensial untuk pengobatan tuberkulosis secara FDC lengkap (Tabel 7).

OAT-FDC diberikan dengan tujuan mencegah ketidakpatuhan atau kelalaian minum obat, mengurangi jumlah obat yang diminum perhari, dan menurunkan MDR. Pada program DOT yang tidak terpantau, pemberian OAT-FDC merupakan paduan OAT yang dianggap cukup rasional dari segi dosis dan pemberian. Program ini sangat membantu keberhasilan pengobatan. Beberapa OAT-FDC yang direkomendasikan WHO beserta dosis dan jadwal pemberian FDC dapat dlihat pada tabel 8.
OAT-FDC yang beredar di Indonesia antara lain tercantum dalam tabel 9

Pustaka:
1. Hasil Kongres Nasional I Tuberkulosis 2005, 18-19 November 2005, Hotel Sahid Jaya, Jakarta.
2. Departemen Kesehatan RI. Petunjuk Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis Fixed Dose Combination (OAT-FDC), Jakarta; 2004.
3. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB), Depkes RI, 2000.
4. Migliori,G.B, et.al., Tuberculosis Management in Europe, European Respiratory Journal, 1999, 14: 978-992.
5. Global Drug Facility, Frequently asked questions about the 4-drugs fixed dose combination tablet recommended by the World Health Organization for treating tuberculosis, WHO, Geneva, September 2002.
6. American Thoracic Society, CDC and Infectious Diseases Society of America, Treatment of Tuberculosis, , mmwrq@cdc.gov. Frist Gov - US Department of Health and Human Service.
7. Badan POM RI. Pedoman Uji Bioekivalensi. Jakarta ; 2004.

Sumber :
Informasi Produk Terapetik, November, 2005 (dikutip dari http://www.pom-obat.go.id/v2.0/articles.php?id=11)

Tidak ada komentar: