Sabtu, 31 Januari 2009

GULA Picu Kerusakan Sel dan Penuaan

Makanan yang sehari-hari dimakan dapat mempengaruhi proses penuaan. Makanan yang kita makan dapat memberi bahan bakar bagi tubuh dan mempertahankan kerja sistem tubuh yang kompleks. Makanan secara langsung dapat mempengaruhi kondisi fisik dan mental, jumlah kerutan di wajah, kondisi keseluruhan otot dan tubuh, kondisi organ-organ dalam tubuh, kemampuan otak dan daya ingat, serta kondisi mental dan emosi. Nutrisi dibutuhkan tubuh dan otak untuk memperlambat penuaan. Tubuh membutuhkan suplai protein kualitas tinggi dan lemak yang baik. Makanan yang banyak mengndung gula dan kerbohidrat seperti nasi, pasta, dan kentang berpotensi menyebabkan peradangan.

Kurangnya pengonsumsian protein kualitas tinggi dapat menyebabkan kerusakan sel, dan tubuh pun tidak mampu memperbaikinya. Kerusakan ini sebetulnya tidak perlu terjadi dan dapat diperbaiki. Konsumsi gula dan karbohidrat berlebihan menyebabkan kandungan gula dalam darah meningkat sehingga terjadi sejumlah reaksi kimia yang mengakibatkan peradangan. Awalnya gula darah akan bereaksi dengan mineral dalam tubuh, seperti zat besi dan tembaga sehingga menghasilkan radikal bebas yang kemudian akan menyerang selaput lemak sel. Akibatnya, timbul aliran zat kimiawi penyebab peradangan sehingga menimbulkan kerusakan yang lebih parah dan mempercepat penuaan.

Peradangan sama dengan penuaan. Peradanganlah yang menyebabkan timbulnya kerutan, mudah lupa, mudah tersinggung dan stress dan menurunnya kesehatan. Gula darah yang meningkat akan menghasilkan radikal bebas yang dapat mengoksidasi lemak. Lemak yang teroksidasi ini tidak baik bagi tubuh. Kolesterol juga dapat teroksidasi. Kolesterol dibagi menjadi 2 yaitu LDL dan HDL. Kebanyakan orang menyebut LDL sebagai kolesterol jahat dan HDL sebagai kolesterol baik. Kolesterol LDL dapat menjadi jahat bila teroksidasi. Gula darah yang tinggi akan menyebabkan LDL teroksidasi. Kalau teroksidasi, LDL akan menimbulkan timbunan plak pada dinding pembuluh arteri. Timbunan ini dapat menyebabkan pembuluh darah tersumbat sehingga terjadilah penyakit jantung koroner. Dalam hal ini, tingginya kadar gula darah dapat memicu terjadinya penyempitan pembuluh darah dan jantung koroner.

Membanjirnya gula dalam darah dapat mengakibatkan kolagen pada kulit jadi saling silang, sehingga memicu timbulnya kerutan, kulit kendur, dan memudarnya warna kulit. Selain itu, serotonin (zat kimiawi otak yang menimbulkan perasaan senang) akan menurun drastis. Kopi dapat meningkatkan kadar insulin dan merangsang produksi hormon kortisol, yaitu hormon stress, yang menyebabkan perut menimbunan lemak dan juga menimbulkan efek toksik (racun) pada sel-sel otak.

Molekul gula dapat pula mengikatkan dirinya pada serat-serat kolagen. Ini dapat menimbulkan serangkaian reaksi kimia spontan. Reaksi ini akan berujung pada pembentukan dan akumulasi ikatan saling silang antara molekul kolagen. Saling silang yang terjadi pada kolagen ini menyebabkan hilangnya elastisitas kulit. Secara normal, untaian kolagen yang sehat akan saling terentang di atas satu sama lain sehingga kulit akan tetap elastis dan tidak ada kerutan. Orang-orang yang kolagennya telah bersaling silang akibat bertahun-tahun mengonsumsi karbohidrat dan gula berlebih kulitnya tidak elastis seperti semula. Garis-garis halus akan menetap karena di situlah molekul gula terikat pada kolagen sehingga mengakibatkan serat-serat kolagen menjadi kaku. Ikatan antara gula dan kolagen aakan menghasilkan sejumlah besar radikal bebas yang akan mengarah ke timbulnya peradangan yang lebih banyak lagi.

Tubuh membutuhkan karbohidrat agar dapat berfungsi normal. Makanan yang bagus untuk dikonsumsi adalah yang mengandung kadar gula/karbohidrat rendah dalam wujud buah-buahan dan sayur-sayuran. Makanan tersebut mengandung vitamin, mineral dan antioksidan yang dapat memperlambat tanda-tanda penuaan dan memberikan energi esensial. Makanan ini juga mengandung air yang dapat membantu mencegah dehidrasi kulit dan tubuh. Produk kalengan perlu dihindari karena proses pemanasan dan pengolahannya merusak banyak zat gizi yang dikandung makanan. Selain itu, makanan kalengan juga mengandung garam dan gula yang jika berlebih, tidak dibutuhkan tubuh. Di antara makanan yang dapat dinikmati adalah almond, alpukat, apel, asparagus, ayam, bayam, blueberry, brokoli, buncis, kepiting, anggur, jahe, jamur, tomat, kacang-kacangan, kedelai, kembang kol, mentimun, kiwi, cerry, jeruk, kubis, ikan kod, lobak, lobster, minyak zaitun, putih telur, salmon, sayur-sayuran hijau, selada, susu rendah lemak, tahu, teh, terong, udang, yogurt dan zaitun.

Daftar Pustaka :
Nicholas Perricone, M.D. 2007. The Perricone Prescription. Serambi. Jakarta

(dikutip dari: Arifiyah Rahmah, UGM, http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=142)

Cara Murah Mengkonversi Gas Menjadi Bahan Bakar

Beberapa peneliti di Jepang telah berhasil membuat sebuah sel bahan bakar yang bisa merubah metana (komponen utama gas alam) menjadi metanol (bahan bakar yang lebih bermanfaat) pada temperatur sedang.

Meskipun telah lama digunakan sebagai bahan bakar pada kenderaan bermotor, namun penggunaan metanol secara lebih luas terhambat oleh mahalnya biaya untuk memproduksinya dari metana - walaupun metana yang relatif murah banyak tersedia dari gas alam dan sebagai produk limbah dari tempat-tempat pembuangan sampah dan kawasan ternak. Perbedaan metanol dengan metana sangat kecil, yakni ada kelebihan satu atom oksigen pada metanol, tetapi untuk mendapatkan atom oksigen ini tanpa menghasilkan karbon dioksida cukup sulit dan biasanya memerlukan temperatur dan tekanan yang tinggi.

Tim penelitian Takashi Hibino di Universitas Nagoya, Jepang, telah berhasil menemukan sebuah metode baru untuk mengubah metana menjadi metanol, yang bisa dilangsungkan pada temperatur sedang (80C) dan tekanan udara. Mereka menggunakan sebuah material baru, timah posfat yang didoping dengan sedikit indium, sebagai material penghantar (elektrolit) pada sebuah sel bahan bakar hidogen/udara.

Sel bahan bakar tersebut normalnya mengubah hidrogen dan oksigen menjadi listrik dan air tetapi radikal-radikal oksigen juga terbentuk dalam proses tersebut.

Tim peneliti ini menemukan bahwa dengan menambahkan metana ke dalam bahan bakar hidrogen, mereka dapat menggunakan radikal-radikal oksigen teraktivasi tersebut untuk mengoksidasi metana menjadi metanol pada temperatur yang jauh lebih rendah dibanding temperatur yang digunakan pada proses konvensional. Meksipun alat ini menggunakan hidrogen dan metana, energi dari reaksi hidrogen bisa dikumpulkan sebagai energi listrik, seperti pada sel bahan bakar biasa.

'Sel bahan bakar kami ini secara simultan menghasilkan listrik dan juga metanol,' ungkap Hibino kepada Chemistry World. 'Akan tetapi, aktivitas reaksi untuk metana masih lambat, sehingga metana yang tidak bereaksi harus disirkulasi beberapa kali pada pengaplikasian sebenarnya.'

Meski begitu, Hibino optimis tentang potensi untuk mengembangkan proses ini menjadi skala industri. 'Yang menjadi target kami adalah sel bahan bakar ini digunakan sebagai sebuah reaktor untuk produksi metanol pada pabrik-pabrik kimia konvensional.'

Yongchun Tang, direktur Power Environmental Energy Research Center di Institut Teknologi California, Pasadena, A.S., sebelumnya telah melakukan beberapa upaya untuk merubah metana menjadi metanol. 'Saya yakin penemuan ini sangat menarik untuk efisiensi energi pemanfaatan gas alam,' ungkapnya ke Chemistry World. 'Metanol dengan biaya rendah merupakan bahan-baku yang sangat fleksibel yang bisa digunakan untuk produksi bensin dan solar atau digunakan secara langsung sebagai bahan bakar. Disamping itu, kelebihan teknologi ini adalah dapat dijadikan metode alternatif untuk penanganan remote gas atau gas terkait dalam jumlah kecil. Teknologi yang diusulkan ini bisa menghentikan pembakaran gas alami yang tidak bisa diolah lagi dan mengurangi emisi dari produksi minyak.

Disadur dari:http://www.rsc.org/chemistryworld/

(dikutip dari: Masdin Mursaha, http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=143)

Melakukan Reaksi Anorganik Ionik Pada Media CO2 Superkritis

Ketika karbon dioksida dipanaskan diatas temperatur kritisnya (31oC), pada tekanan yang lebih besar dari 72,8 atm, CO2 akan membentuk cairan superkritis. Cairan superkritis ini memiliki sifat-sifat baik dari larutan maupun gas. CO2 superkritis dapat digunakan sebagai pelarut dan seiring dengan waktu, kepopulerannya sebagai pelarut makin dikenal karena sifatnya yang aman, ramah lingkungan, dan murah dibandingkan dengan beberapa pelarut organik yang kini umum digunakan di dunia industri (1). Sebagai contoh, CO2 superkritis kini digunakan untuk melarutkan kafein dalam bijih kopi untuk menghasilkan kopi dengan kafein rendah (decaff coffee). Teknik lama untuk mendekafeinasi bijih kopi antara lain menggunakan berbagai pelarut organik seperti metilen klorida atau klorofom yang memiliki tingkat toksisitas tertentu. Keuntungan dari penggunaan CO2 superkritis ialah segi pembuangan yang relatif murah dan efek lingkungan yang relatif ramah, walaupun dari segi instrumentasi jauh lebih mahal. Selain itu, dalam aplikasi praktis, beberapa masalah kondisi kerja dengan suhu diatas suhu kritis relatif sedikit karena larutan CO2 memiliki suhu dan tekanan kritis yang lebih rendah dibandingkan dengan CO2 murni.

Satu masalah dengan penggunaan CO2 superkritis sebagai pelarut adalah ketidakmampuannya untuk melarutkan senyawa polar, seperti air dan senyawa ionik. Masalah ini dipecahkan dengan perancangan sebuah surfaktan, amonium karboksilat perfloro polieter (PFPE), dengan rumus umum :

F3C-[OCF2CF(CF3))n(OCF2)m]OCF2COO-NH4+

dimana n=~2 dan m=~3. Surfaktan ini adalah sebuah padatan mengkilat dengan massa molekul relatif rata-rata nya adalah 740. Surfaktan ini mampu mendispersikan air menjadi tetesan kecil dalam CO2 cair (2,3). Dalam CO2 superkritis, PFPE berperilaku menyerupai sabun dalam air, namun misel yang terbentuk berkebalikan dengan misel yang terbentuk oleh sabun dan air. Misel sabun dan air memiliki permukaan hidrofilik dan inti hidrofobik. Dalam misel PFPE dengan air, permukaan yang dibentuk adalah hidrofobik dan intinya adalah hidrofilik. Dengan PFPE, ujung hidrofilik (COO-) dari molekul membentuk sfera (sphere) yang mengelilingi air, dan ekor hidrofobik (perfloroeter) melarut dalam CO2 superkritis, seperti gambar dibawah.

©1997 American Chemical Society

Representasi skematik diatas menggambarkan lingkungan air dalam misel terbalik atau mikroemulsi. Mikroemulsi ini menunjukkan kemungkinan lingkungan dimana air dapat ditemukan. Air terikat atau air interfasial (Type 1) diasosiasikan dekat dengan gugus kepala ionik (direpresentasikan dengan lingkaran putih) dari molekul surfaktan PFPE. Air ruah (bulk) (Type 2) terletak di dalam inti membentuk tetes air. Lingkungan ketiga adalah lingkungan bebas air dimana ini melarut dalam 'minyak' atau fasa CO2 superkritis dan tidak diasosiasikan dengan lingkungan mikroemulsi.

Dalam CO2 superkritis, interaksi ini menstabilkan air yang tak hingga, dimana ini disebut mikroemulsi. Air dalam mikroemulsi memiliki sifat yang sama dengan air ruah, dan melarutkan senyawa polar dan ionik. Sebagai contoh, kalium permanganat (KMnO4) tidak larut dalam CO244 dalam air ruah (2,3). Pengukuran dengan sistem elektroda pH biasa menunjukkan bahwa air di dalam mikroemulsi bersifat asam, dengan pH 3. Ini diakibatkan pembentukan asam karbonat oleh karbon dioksida dan air. Ini berarti bahwa semua reaksi dalam medium ini akan berada dalam kondisi asam, sebuah faktor yang harus diperhitungkan ketika menjelaskan studi kinetik atau kemungkinan mekanisme reaksi. superkritik biasa, namun ia akan larut dengan adanya mikroemulsi air. Selain itu, larutan KMnO ini memiliki karakteristik warna ungu dari ion permanganat dan spektrum UV-visible memiliki kesamaan dengan KMnO

Kehadiran dari mikroemulsi memungkinkan reaksi-reaksi tertentu terjadi, dimana pada kondisi CO2 superkritik biasa tidak akan terjadi. Sebagai contoh, natrium nitroprusida (Na2[Fe(CN)5(NO)] .2H2O) larut dalam air, namun tidak larut dalam CO2 superkritis. Hidrogen sulfida (H2S) larut baik dalam CO2 superkritis biasa namun tidak begitu larut dalam air. Karena natrium nitroprusida tidak larut dalam CO2 superkritis maka tidak akan ada reaksi yang tterjadi anatara kedua senyawa ini dalam CO2 superkritis biasa. Ketika kedua senyawa ini dilarutkan dalam CO2 superkritis dengan mikroemulsi, reaksi berikut akan terjadi yang diiringi dengan perubahan warna merah menjadi kuning :

[Fe(CN)5(NO)]2- + HS- -> [Fe(CN)5N(O)SH]3-

Situasi yang sama muncul pula dengan kalium dikromat (K2Cr2O7) dan sulfur dioksida (SO2). Karakteristik kelarutan kedua senyawa ini sendiri menyerupai contoh sebelumnya secara berturutan. Ketika kedua senyawa ini diarutkan dilarutkan dalam CO2 superkritis dengan mikroemulsi, kalium dikromat akan dirubah menjadi kromium (III) sulfat [Cr2(SO4)3] (2). Reaksi ini tidak terjadi dalam CO2 superkritis biasa, karena spesi-spesi ionik yang terlibat tidak larut dalam medium ini.

Kemungkinan untuk melarutkan senyawa ionik anorganik dalam CO2 superkritis dengan mikroemulsi membuka beberapa kemungkinan untuk melakukan tipe-tipe reaksi baru dalam medium ini. Karena banyak gas seperti O2, CO, Cl2, SO2 lebih larut dalam CO2 superkritis dibandingkan media larutan biasa maka reaksi yang homogen dan efisien dapat dilakukan antara gas dan spesi ionik. Karena ini dan berbagai kemungkinan baru, maka popularitas CO2(4). superkritis sebagai medium pelarut diprediksikan akan semakin meningkat

Daftar Pustaka

  1. Supercritical Carbon Dioxide: Uses as an Industrial Solvent, a fact sheet put out by the Institute for Local Self-Reliance.
  2. M. J. Clarke, L. Kristi, K. P. Harrison, S. M. Howdle, 1997, Water in supercritical carbon dioxide microemulsions: Spectroscopic investigation of a new environment for aqueous inorganic chemistry, Journal of the American Chemical Society, 119: 6399.
  3. M. Roubi, 1997, Colorful inorganic chemistry coaxed into supercritical CO2, Chemical and Engineering News, Issue of August 11, 40.
  4. New Role for Supercritical Carbon Dioxide on the page maintained by Chemistry and Industry News
(dikutip dari: Tomi Rustamiaji, S.Si, ITB, http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=144)

Ilmu Untuk Mencium

Bau kesuksesan : Teknologi mikrocipBau mempengaruhi banyak dari tingkah laku kita, termasuk apa yang kita pilih untuk makan, siapa yang kita rayu, dan bahaya apa yang ada di sekitar kita. Namun, dibalik kepentingan dari penciuman, sedikit dari kita yang mengetahui ilmu dibalik penciuman. Kini, ilmuwan dari French National Research Institute fo Agricultural Research (INRA) di Jouy-en-Josas, Perancis, telah menggunakan teknologi mikrochip dalam laboratorium untuk memberikan sedikit pencerahan pada proses yang rumit ini.

Para ilmuwan mengetahui bahwa molekul aroma, atau odoran, terikat ke reseptor olfaktori (RO) yang berada dibawah lapisan mukus dibagian atas dari hidung. Terdapat lebih dari 350 RO yang berbeda pada manusia, dan kinerja dari kombinasi RO yang berbeda ini yang membuat kita mampu untuk mencium berbagai jenis aroma. Odoran yang terikat kepada RO membuat suatu reaksi berantai terjadi yang merubah energi pengikatan kimia menjadi sebuah sinyal elekrik saraf, dan diterjemahkan oleh otak sebagai bau.

Yang membingungkan disini adalah bagaimana mekanisme pengikatan pertama dapat terjadi. Kebanyakan dari odoran memiliki sifat hidrofobik, sementara mukus yang menyelubungi RO dalam hidung adalah cairan. Para ilmuwan telah berasumsi bahwa ada spesi lain yang terlibat untuk membantu odoran menembus lapisan mukus ini; sebuah protein pengikat odor (PPO). Namun interaksi yang melibatkan ketiga spesi ini belum pernah didemonstrasikan hingga penelitian ini diterbitkan.

Kini Jasmina Vidic, Edith Pajot-Augy dan rekan sejawat telah mengamati interaksi seperti ini. Menggunakan resonansi permukaan plasmon (RPS) para peneliti telah mempelajari pengikatan dari ketiga spesi pada sebuah sensor berbentuk cip. RPS menggunakan sinar untuk mengeksitasi permukaan plasmon (gelombang elektromagnetik pada sebuah permukaan). Osilasi mereka sangat sensitif terhadap perubahan di lingkungan, sehingga proses pengikatan dapat diamati pada cip dengan mengukur perubahan pada osilasi ini.

Seiring dengan penemuan tentang peran transpor pasif dari PPO, ilmuwan Perancis menemukan bahwa protein memiliki peran aktif dalam hidung yaitu menjaga aktivitas RO pada konsentrasi odoran yang tinggi. "Telah ada prediksi dalam arah ini", ujar Virdic. "Namun dugaan ini belum pernah didemonstrasikan sebelumnya".

"Skema deteksi tanpa penandaan berdasarkan RPS mulai diminati oleh para ilmuwan untuk studi berbagai macam jenis interaksi reseptor-ligan", ujar Sabine Szuneritz, seorang ahli dari Grenoble Institute of Technology, Perancis. Dia mengungkapkan bahwa studi ini "...telah menunjukkan bahwa sensor bioelektronik RPS adalah alat ampuh untuk penyelidikan pertanyaan-pertanyaan seputar biologi makhluk hidup"

(dikutip dari: Tomi Rustamiaji, S.Si, ITB, http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=145)

Ancaman Arsenik Di Balik Susu Beras

Para peneliti telah menemukan bahwa level arsenik dalam air beras telah melewati ambang batas dari standar air minum Uni-Eropa dan Amerika. Andrew Meharg dan rekan sejawat dari University of Aberdeen, Inggris, telah menemukan bahwa orang-orang yang meminum susu beras terancam oleh konsentrasi tinggi dari arsenik (terutama dalam bentuk anorganik). Telah diketahui bahwa beras dapat mengandung kadar tinggi dari arsenik anorganik, sebuah senyawa karsinogenik untuk manusia. Namun kekhawatiran tentang kadar arsenik anorganik dalam susu beras tidak setinggi seperti sekarang. Susu beras adalah susu pengganti untuk para vegetarian dan penderita alergi laktosa.

Tim Meharg menganalisa sampel dari susu beras untuk mengamati transfer arsenik anorganik ketika beras dirubah menjadi susu beras. Mereka menguji susu beras komersial dan susu beras buatan sendiri dari bijih beras putih dan coklat. Selain itu pengamatan kadar arsenik dalam susu kedelai dan susu gandum pun diamati.

Peraturan Uni-Eropa mengatur nilai ambang batas dari jumlah arsenik yang diijinkan terkandung dalam air minum, dan Amerika secara spesifik membatasi batas kadar senyawa-senyawa arsenik anorganik. Kedua peraturan ini tidak mengatur kadar arsenik dalam makanan, dan belum ada kejelasan tentang kategori pengkelasan susu berada dimana.

Meharg menemukan bahwa semua sampel susu beras komersial melebihi batas peraturan Uni-Eropa untuk air dan 12 dari 15 sampel melebihi standar Amerika dengan total median kadar arsenik berada pada tingkat tujuh kali lipat lebih banyak dibandingkan sampel susu kedelai dan susu gandum.

David Polya dari University of Manchester, Inggris, adalah seorang ahli di bidang resiko senyawa kimia lingkungan terhadap manusia. Dia berujar bahwa penelitian ini menyorot 壮ebuah keinkonsistenan pada penerapan peraturan dari senyawa karsinogenik, seperti arsenik, antara minuman dan makanan. Golongan yang umumnya memiliki resiko, seperti vegetarian, tidak diidentifikasi sebagai perkiraan eksposur rata-rata・tambahnya.

Meharg mengatakan bahwa kelompok penelitiannya akhir-akhir ini telah menerima pendanaan untuk menghasilkan tanaman beras yang lebih sedikit mengandung arsenik. Ia juga bermaksud untuk mengkarakterisasikan ketersediaan biologis dari arsenik dari beras terhadap manusia untuk membuktikan bahwa rute eksposur ini mengkhawatirkan.

(dikutip dari: Tomi Rustamiaji, S.Si, ITB, http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=146)

Inisiator Polimer Ramah Lingkungan

Inisiator berbasis alkoksida dari zirkonium dan hafnium sangatlah aktif dan mudah dikontroSebuah inisiator jenis baru yang membantu pembentukan dari polimer ramah lingkungan tanpa keterlibatan pelarut telah dikembangkan. Para peneliti dari Inggris menyatakan bahwa keuntungan dari hal ini adalah laju produksi yang meningkat dan pengendalian yang lebih besar dari sifat sebuah polimer.

Matthew Davidson dan rekan sejawatnya dari University of Bath, telah mensisntesis inisator berbasis zirkonium dan hafnium alkoksida dengan kemampuan untuki merubah produksi poliaktida. Inisiator ini sangatlah aktif dan mudah dikontrol. Secara signifikan, inisiator ini mampu bekerja dalam kondisi yang encer dan juga mampu meningkatkan polimer stereoselektif dalam kondisi tanpa pelarut, dimana hal ini tidak dimiliki inisiator lainnya. Mengatur stereokimia sangatlah berguna karena hal ini mampu memberikan suatu kontrol terhadap sifat dari inisiator.

Poliaktida memiliki aplikasi yang banyak, mulai dari pengemasan hingga penjahitan dan implan pada makhluk hidup. Selain itu poliaktida adalah sebuah material biodegradable dan merupakan senyawa turunan dari sumber yang dapat diperbaharui seperti tepung jagung. Hal ini lah yang membuat poliaktida menjadi sebuah alternatif yang menarik untuk industri petrokimia berbasis polimer. Kebutuhan untuk menggantikan produk petrokimia dengan alternatif kekayaan alam yang dapat diperbaharui merupakan motivasi utama untuk penelitian ini. Selain itu kebutuhan untuk menemukan katalis baru yang tidak menggunakan inisiator berbasis timah, dan mencari inisiator baru dengan logam yang lebih jinak・ pada Periode 4 merupakan alasan lain penelitian ini.

Seorang spesialis terkemuka pada proses katalisis polimerisasi, Malcolm Chisholm dari Ohio State University, Columbus, Amerika, berujar polimerisasi pencairan adalah sebuah bidang yang diminati industri dan polimerisasi stereoselektif adalah bidang yang lebih menarik. Sampai saat ini tidak ada katalis lain yang mampu melakukan pencairan ini・

Davidson berencana untuk mengembangkan lebih banyak inisiator berbasis logam 阻inak・untuk polimer ramah lingkungan lainnya. Untuk melakukan ini ia berkata sebuah pemahaman yang lebih besar terhadap mekanisme dari asal mula stereokontrol dalam sistem seperti ini diperlukan untuk mendesain katalis dengan selektifitas yang diinginkan・Ia mengusulkan sebuah kolaborasi dari ahli kimia komputasi dan studi kinetik yang terperinci untuk melangkah ke tahap selanjutnya.

(dikutip dari: Tomi Rustamiaji, S.Si, ITB, http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=147)

Sentuhan Cahaya

Cahaya yang menembus sebuah mikroskop objektif dapat membungkus dan menahan objek pada bagian sinar yang terang.Kishan Dholakia, Peter Reece dan Min Gu dari University of St Andrews, Inggris, memeriksa bagaimana cara cahaya dapat bergerak dan menyortir benda-benda biologis. Studi ini kemudian digunakan untuk pembelajaran fisika dan kimia pada skala mikroskopik.

Menahan dan menggerakkan benda-benda menggunakan cahaya terdengar seperti hayalan belaka, namun ini sebenarnya adalah ilmu nyata pada skala mikroskopik. Karakteristik dari cahaya dan interaksi benda-cahaya (light-matter) pada skala kecil telah membuat penemuan saintifik selama empat puluh tahun kebelakang menjadi sebuah kenyataan. Penemuan dari laser membuka banyak sekali bidang penelitian baru termasuk mikromanipulasi optik, dimana cahaya mengeluarkan energi untuk menahan/memerangkap dan menggerakkan benda-benda. Gaya ini datang dari pemindahan momentum yang dimiliki oleh cahaya kepada suatu objek. Sebagai contoh, jika sebuah objek merefraksi cahaya, maka momentum cahaya akan berubah seiring dengan pembiasannya. Secara alami momentum dari sebuah kuantum cahaya, foton, sangatlah kecil yang berarti bahwa gaya-gaya ini memiliki nilai nyaris sepersejuta dari sepersejuta Newton.

Gaya seperti ini tidak mampu menggerakkan objek makro, namun merupakan sebuah alat yang tepat untuk menggerakkan dan menahan benda-benda dengan ukuran sel ataupun lebih kecil. Sebuah sinar terfokus yang rapat dapat menggerakkan benda-benda dengan ukuran seperti ini tanpa melakukan kerusakan, namun perlu dilakukan pemilihan gelombang cahaya yang tepat untuk menghindari penyerapan dan gaya miniskul dimana makromolekul dirubah menjadi butiran mikroskopik. Disini kita berada pada sebuah alam motor molekular yang merubah energi kimia menjadi energi mekanik. Contohnya adalah sistem aktin-myosin dimana ini berjalan menggunakan reaksi kimia, umumnya adalah hidrolisis dari adenosin trifosfat (ATP) menjadi adenosin difosfat (ADP) dan fosfat. Dengan melakukan pemerangkapan maka proses ini dapat diamati secara nyata. Posisi tepat dari partikel yang diperangkap diamati memiliki akurasi yang lebih besar dibandingkan dengan panjang gelombang dari cahaya, karena detektor dapat diikutsertakan sebagai sebuah objek pusat gravitasi yang berarti pergerakan molekul biologis dapat diamati engan sensitivitas yang mengagumkan. Pemanjangan transkripsi dari RNA polimerase Escheria Coli bahkan dapat dimonitor pada sebuah cetakan DNA dengan pergerakannya berada pada tingkat ngstrom.

Cahaya mampu melakukan lebih dari sekedar pengukuran gaya yang akurat. Ia juga mampu menggerakkan sebuah atau beberapa tetes untuk pengadukan subsekuensial dan mempelajari reaksi kimia - ini membuka bidang-bidang kimia baru seperti kimia gabungan hanya dengan menggunakan reagen dalam skala pikoliter (uL), dan mempelajari dinamika koagulasi dan reaksi mikro. Gaya optik yang digabungkan dengan gaya fluida juga dapat digunakan pada area mikrofluida untuk penelitian laboratorium di atas kepingan・

Fotonik baru dalam rupa serangkaian perangkap atau implementasi dari pola baru cahaya (dibandingkan dengan pola sirkular standar untuk laser pada umumnya) ialah inti dari perkembangan saat ini. Jika pola cahaya yang dipanjangkan dapat dibuat maka serangkaian titik cahaya (menyerupai telur dalam kemasan) dapat dibuat. Rangkaian pemerangkap ini dikenal sebagai lanskap energi potensial. Pergerakan dari partikel yang melalui rangkaian optis ini menyerupai sebuah bola kecil yang bergerak sepanjang atap yang berkontur, dimana gravitasi menyebabkan objek bergerak sepanjang atap, namun penelusuran arah pergerakan yang tepat bergantung dari lubang・yang ada di atap tersebut. Bila analogi ini diperpanjang, rangkaian perangkap ini dapat dibuat sedemikian rupa sehingga ketika partikel partikel mengalir maka lubang-lubang ini mendefleksikan objek hingga suatu derajat dimana ini ditentukan oleh afinitas mereka terhadap cahaya. Metode ini memungkinkan pemisahan sel dan partikel koloid tanpa penambahan penanda (marker) fluorosens. Ini hanya satu contoh dari apa kegunaan lanskap ini. Bukan tidak mungkin bila penelitian dapat dikembangkan hingga materi koloid dan benda lunak, dan mungkin dapat membantu pemahaman yang lebih baik tentang superkonduktivitas.

Mikromanipulasi optis telah ada selama 35 tahun, dengan dampaknya yang signifikan pada saat ini. Dengan aplikasi baru dan pemahaman baru maka bidang ini semakin dinamis dan menarik lebih dari sebelumnya - cahaya telah menangkap・lebih dari imajinasi para ilmuwan.

Read Kishan Dholakia et al's tutorial review on 'Optical micromanipulation' in issue 1, 2008 of Chem. Soc. Rev.

(dikutip dari: Tomi Rustamiaji, S.Si, ITB, http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=148)

Bakteri : Masa Depan Listrik?

Sel bahan bakar dengan tenaga bakteri kini merupakan salah satu jalan yang menjanjikan untuk menghasilkan energi dari limbah biologis. Namun perlu dicatat, ini dapat terjadi hanya jika kita dapat menangkap potensial elektrik mikroba dengan efisien.

Kimiawan di Singapura dan Jepang telah memeriksa dua pendekatan berbeda untuk meningkatkan interfase antara bakteri dan elektroda dalam sel bahn bakar mikrobial. Alat ini menggunakan mikroorganisme untuk menghancurkan molekul organik dengan oksidasi, dimana proses ini menghasilkan elektron. Menangkap elektron-elektron ini pada anoda sel bahan bakar ialah kunci untuk memanen sumber energi ini.

Masanori Adachi dan rekan sejawat di Ebara Research, Fujisawa-shi Jepang, telah meningkatkan interfase anode dengan menginkorporasikan sebuah mediator polimer ke permukaan anoda. Permukaan polimer berbasis antrakuinon ini direduksi secara elektrokimia oleh elektron yang dihasilkan oleh penghancuran bahan bakar・asetat oleh bakteri. Lapisan polimer melewatkan elektron-elektron ini hingga ke anoda, dan kemudian prosesnya berulang kembali.

Bakteri melepaskan sebuah mediator hidrokuinon
yang teroksidasi pada elektroda dan menjadi kuinon.

Tim Ebara menguji sistem anoda terselbubung ini selama lebih dari empat bulan. Hasilnya tidak ditemukan adanya penurunan performa pada rentang waktu tersebut. Performa stabil ini mengindikasikan sebuah sel bahan bakar mikroba komersial yang siap digunakan unttuk masyarakat luas.

Dalam sebuah studi yang terpisah, Chang Ming Li dan rekan sejawat di Nanyang Technological University, Singapura telah mengembangkan sebuah sel bahan bakar dimana bakteri mentransferkan elektron kepada anoda dengan sendirinya. Studi sebelumnya tentang Escheria coli yang ditumbuhkan dibawah kondisi elektrokimia ditemukan bahwa bakteri ini menjadi memiliki kemampuan untuk mentransferkan elektron ke elektroda. Li menemukan pula bahwa sel-sel mengekskresikan mediator alami, sebuah struktur berbasis hidrokuinon yang memiliki fungsi serupa dengan polimer Adachi.

Li dan timnya mengemukakan bahwa bakteri mungkin berevolusi untuk mengembangkan pori diluar membran luar mereka, yang membuat hidrokuinon mampu untuk meninggalkan sel dan mencapai elektroda. Sel bahan bakar mikrobial tanpa mediator sangatlah menarik karena keuntungan dari segi efisiensi tinggi konversi energi dan biaya pembuatan yang rendah・ujar Li. Tantangan berikutnya adalah untuk melakukan rekayasa genetik strain bakteri yang menghasilkan senyawa mediator yang lebih banyak.

Kedua studi ini menunjukkan kemajuan baik menuju pengembangan sel bahan bakar mikrobial・ungkap Xiao Guo, seorang peneliti sel bahan bakar biokimia di University College London, Inggris. Namun kita masih memerlukan peningkatan dari kerapatan energi dengan orde dua atau tiga kali lipat untuk mewujudkan sel bahan bakar praktis. Interfase biologis adalah jawabannya. Jika kita mampu merekayasa sebuah sistem yang menghubungkan langsung situs transfer elektron ke elektroda, kita dapat meningkatkan rapat energi dengan signifkan・tambahnya.

(dikutip dari: Tomi Rustamiaji, S.Si, ITB, http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=149

Mesin Plastik yang Digerakkan Cahaya

Beberapa kimiawan di Jepang telah berhasil membuat sebuah mesin putar yang seratus persen dijalankan oleh cahaya yang dipancarkan ke sebuah lapisan polimer.

Lapisan ini berkontraksi dan berekspansi pada saat cahaya mengenainya, karena lapisan ini merupakan elastomer kristal cair, yaitu sebuah material dengan rantai polimer panjang seperti karet, yang juga terdiri dari susunan molekul-molekul mirip sel reseptor retina (kristal-kristal cair, seperti yang digunakan pada televisi layar datar). Sinar ultraviolet merubah susunan molekul-molekul kristal cair tersebut, sehingga membuat lapisan elastomer menyusut. Penyusutan ini akan berbalik apabila material terkena sinar tampak, dan menyebabkan lapisan polimer berekspansi.

Kristal cair ini merespon terhadap cahaya karena dibuat menggunakan molekul-molekul azobenzen, yang ikatan rangkap nitrogen-nitrogen pusatnya bisa mengadopsi dua konfigurasi berbeda. Jika kedua gugus cabang molekul berada pada sisi berlawanan dari pusat N=N (konfigurasi trans), maka molekul yang terbentuk lurus dan dengan mudah membentuk kristal-kristal cair. Setelah terkena sinar UV, kedua gugus cabang tersebut berada pada sisi yang sama dari pusat N=N (cis) sehingga molekul yang terbentuk mengadopsi bentuk yang lebih melengkung seperti bumerang.

Kelompok penelitian Tomiki Ikeda di Institut Teknologi Tokyo, Yokohama, mencari cara bagaimana menggunakan efek ini untuk mengubah cahaya menjadi gerakan. Pertama-tama, mereka membuat sebuah pita silinder dari elastomer kristal cair dan menggunakan pita silinder tersebut untuk menghubungkan dua cakram, yang satu berdiameter 10mm dan yang lainnya 3mm.

Dengan memberikan sinar UV pada bagian atas cakram yang lebih kecil dan sinar tampak pada cakram yang lebih besar, mereka dapat memutar kedua cakram tersebut. Menurut mereka, lapisan polimer pada pita berkontraksi setelah terkena sinar UV sehingga menarik pita ke kiri. Pada bagian atas roda yang lebih besar, dimana pita terkena sinar tampak, lapisan polimer pada pita berekspansi sehingga mendorong roda dengan arah yang berlawanan jarum jam.

David Leigh, seorang kimiawan asal Edinburgh, yang telah mengembangkan motor molekuler, menyambut baik temuan ini. "Contoh-contoh seperti ini, dimana efek pergerakan tingkat molekuler yang terkontrol diekstrapolasi ke dunia makroskopis secara langsung dan sangat dapat diamati, adalah ilustrasi yang sangat penting tentang apa yang bisa dilakukan di masa mendatang, sekalipun bidang motor molekuler ini masih dalam tahapan awal," kata David Leigh.

Bagi Ikeda, roda-roda kecil yang diputar oleh cahaya, seperti yang mereka temukan ini, adalah pertanda dari akan ditemukannya roda-roda besar yang diputar oleh cahaya. "Saya mendambakan sebuah mobil yang semua komponennya terbuat dari plastik, yang bergerak maju dan mundur dengan cahaya," kata Ikeda ke Chemistry Wold. "Mobil ini akan memiliki dua set cakram yang ditutupi oleh pita dari material polimer fotomobile. Dengan menyaring cahaya matahari menggunakan lembaran-lembaran plastik, kita bisa menyinari bagian-bagian tertentu dari pita plastik pada cakram baik dengan sinar UV atau sinar tampak untuk menggerakkan mobil plastik tersebut."

Disadur dari: http://www.rsc.org/chemistryworld/

(dikutip dari: Masdin Mursaha, http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=150)

Golongan Feromon Baru Ditemukan

Ilmuwan di Amerika Serikat telah menemukan sebuah golongan feromon baru yang bisa mempengaruhi perilaku kawin pada mamalia. Peneliti di Universitas Washington, St. Louis, telah menunjukkan bahwa steroid-steroid bersulfat, yang diekskresikan dalam urin mencit betina, dapat merangsang sebuah organ sensoris dalam hidung mencit jantan dan mamalia lain. Mereka mengatakan senyawa ini penting dalam komunikasi sosial dan bisa membantu mencit jantan mencari pasangan.

Timothy Holy dan rekan-rekannya menggunakan teknik fraksionasi dan spektrometri massa untuk mengidentifikasi senyawa tersebut, yang mengaktivasi sel-sel saraf dalam sebuah organ yang disebut organ vomeronasal. Mereka menemukan bahwa steroid bersulfat memicu terjadinya berbagai aktivitas sensoris dalam organ tersebut. "Telah ada beberapa laporan tentang senyawa-senyawa lain yang merangsang sel-sel ini," kata Holy. "Tetapi kali ini, untuk pertama kalinya, saya pikir kami menemukan sebuah golongan senyawa utama yang secara kolektif merangsang banyak sel."

Dua steroid bersulfat yang mengaktivasi organ vomeronasal mencit.

Pada mamalia, hormon-hormon steroid dinonaktifkan sebelum eksresi dengan penambahan gugus sulfat. Steroid yang mengandung sulfat diketahui digunakan oleh ikan untuk pensinyalan, tetapi belum pernah dikenali sebagai feromon aktif pada mamalia.

Holy mengatakan senyawa ini bisa terlibat dalam pensinyalan stress dan komunikasi sosial pada berbagai mamalia. Tim peneliti ini sebelumnya telah menunjukkan bahwa mencit yang stress menghasilkan kadar salah satu steroid sulfat yang lebih tinggi, yang dari segi struktur mirip dengan kortikosteron, sebuah regulator stress pada hewan pengerat.

Peter Brennan, yang meneliti sistem vomeronasal di Universitas Bristol, Inggris, mengatakan bahwa mencit jantan bisa menggunakan hormon-hormon steroid tersebut untuk menilai status reproduksi dari pasangan-pasangan potensialnya. "Kemampuan untuk mengindera senyawa-senyawa ini memungkinkan mencit untuk mengenali berbagai tahapan siklus reproduksi dari mencit betina. Ini mungkin salah satu alasan mengapa senyawa-senyawa ini tidak dihasilkan pada mamalia jantan, karena mamalia jantan tidak memiliki siklus reproduksi." Akan tetapi dia mengatakan senyawa-senyawa ini bisa menimbulkan berbagai efek terhadap perilaku dan dia mengingatkan untuk tidak membuat pendapat spekulatif tentang peranan senyawa ini tanpa adanya bukti perilaku.

Holy menganggap penelitian ini bisa membantu merubah persepsi kita tentang peranan feromon, yang sudah lazim dianggap sebagai lonceng alarm kimiawi. "Mungkin yang terjadi adalah bahwa penerima sinyal mengevaluasi si pengirim, dan bukan pengirim yang mentransmisikan sinyal pemikat yang menyebabkan penerima tergila-gila," ungkapnya.

Disadur dari: http://www.rsc.org/chemistryworld/

(dikutip dari: Soetrisno, http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=151)

Sel Matahari Feksibel yang Tahan Panas

Kimiawan di Switzerland dan Cina telah menggunakan sebuah elektrolit cair untuk membuat sel-sel matahari fleksibel yang lebih baik dibanding alat-alat yang ada sekarang dalam menahan panas dari sinar matahari. Tipe baru DSC (sel matahari peka-zat warna) ini adalah produk terbaru dari Michael Gratzel, yang pertama kali membuat DSC di tahun 1991.

"Sel ini akan memberikan kontribusi penting bagi pasar untuk pembangkitan energi listrik di masa mendatang," kata Gratzel, direktur laboratorium foton dan interfase di Swiss Federal Institute of Technology in Lausanne (EPFL). Berbeda dengan sel berbasis semikonduktor silikon padat yang tradisional, DSC menggunakan molekul zat-warna yang sensitif cahaya dalam sebuah elektrolit cair.

Elektrolit cair ini bersentuhan dengan semua bagian sel sekaligus, sehingga menjadikannya sebagai konduktor yang sangat efisien. Ini juga membuat sel ini menjadi fleksibel - sehingga sel-sel bisa digunakan pada alat-alat elektronik yang portable. Tetapi penggunaan DSC pada alat-alat outdoor yang berukuran besar cukup sulit karena elektrolit cair - biasanya pelarut volatil - bisa menguap pada jangkauan sel suhu tinggi pada sinar matahari langsung.

Desain-desain terbaru telah menggunakan cairan-cairan ionik: garam-garam dengan titik lebur rendah yang berwujud cair pada suhu kamar. Walaupun DSC yang bebas pelarut ini lebih stabil terhadap panas, tetapi bisa tidak efisien.

Tim Gratzel telah mengatasi masalah ini dengan menggunakan "leburan eutektik" - sebuah campuran dari beberapa padatan yang membentuk sebuah cairan jika dicampur. Salah satu contoh leburan eutektik dapat dilihat ketika garam digunakan untuk membersihkan jalanan dari es salju. Natrium klorida padat dan air padat (es) bercampur membentuk air garam yang berwujud cair.

"Kami mencampur tiga iodida imidazolium padat untuk membentuk sebuah cairan berdaya hantar tinggi dan memiliki suhu seperti suhu lingkungan," kata Peng Wang, yang turut bekerja dalam proyek di Akademi Sains Cina, Changchun, Cina. "Sebaliknya, masing-masing iodida ini berwujud padat dan tidak memiliki daya hantar pada suhu kamar."

Kelebihan menggunakan campuran-campuran eutektik ini, papar Wang, adalah karena memiliki daya hantar yang jauh lebih tinggi dibanding cairan ionik biasa meski tetap sangat stabil pada suhu tinggi.

Sel matahari ini bisa mengubah sekitar 8 persen cahaya matahari yang mengenainya menjadi listrik tetapi Gratzel percaya bahwa efisiensi sel ini masih bisa ditingkatkan. "Efisiensi konversi daya maksimum yang bisa dicapai oleh sel matahari ini adalah sekitar 31 persen," katanya.

Mengomentari temuan ini, Juan Bisquet, yang mengembangkan sel matahari peka-zat warna di Jaume I University, Castellone de la Plana, Spanyol, mengatakan, "Efisiensi sebesar 8 persen ini termasuk tinggi, karena efisiensi ini mendekati efisiensi teknologi-teknologi silikon amorf yang beredar di pasaran."

Disadur dari: http://www.rsc.org/chemistryworld/

(dikutip dari: Soetrisno, http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=152)

Bayam Bisa Mengurangi Risiko Radang Usus

Sayuran yang kaya akan nitrat, seperti bayam, bisa membantu melindungi dari radang usus/lambung berkat keberadaan bakteri di dalam mulut. Hal ini diungkap oleh penelitian seorang ilmuwan Swedia. Temuan ini meragukan pendapat-pendapat sebelumnya bahwa makanan yang kaya nitrat bisa memiliki risiko kesehatan.

Joel Petersson dianugerahi gelar PhD oleh Universitas Uppsala karena penelitian ini, dimana dia menunjukkan bahwa mencit yang memakan diet kaya nitrat memiliki lapisan mukus lebih tebal pada lambung, sehingga melindunginya dari asam hidroklorat yang terdapat dalam asam lambung dan mengurangi risiko radang usus/lambung.

Petersson menemukan bahwa bakteri mulut memegang peranan penting dalam proses ini. Nitrat-nitrat pada makanan diserap dalam usus dan memasuki aliran darah. Dari sini nitrat-nitrat tersebut masuk ke dalam saliva tetapi direduksi menjadi nitrit oleh bakteri mulut. Setelah tertelan, nitrit-nitrit tersebut direduksi menjadi oksida nitrat oleh asam lambung. Oksida nitrat, sebuah molekul pensinyalan penting, memicu peningkatan aliran darah ke lambung, sehingga membantu memperbaharui dan mempertebal lapisan mukus.

Ketika Petersson memberikan obat kumur antibakteri kepada mencit untuk membunuh bakteri mulut, dia menemukan bahwa mencit-mencit tersebut lebih rentan terhadap radang usus. Dia menyebutkan bahwa orang yang menggunakan obat-obat kumur seperti ini secara teratur bisa berisiko, khususnya jika mereka juga sering memakai obat penghilang nyeri nonsteroid seperti aspirin yang juga bisa merusak lapisan dinding lambung. "Ada cara lain yang jauh lebih aman untuk menghambat produksi senyawa yang menimbulkan nafas tidak sedap dalam mulut," ungkapnya.

Sekitar 60 sampai 80 persen nitrat yang dikonsumsi pada diet normal orang-orang Barat berasal dari sayuran, dengan gula bit, seledri dan bayam yang mengandung kadar nitrat tinggi, antara 1-3g per kilo.

Penelitian-penelitian di tahun 1970an menyebutkan ada hubungan antara kadar nitrat yang tinggi dalam air minum dengan kanker lambung dan metaemoglobinemia. "Selama ini kita telah menghabiskan banyak dana untuk mencoba mengurangi kadar nitrat dalam air minum sementara tidak ada bukti nyata yang menunjukkan bahwa keberadaan nitrat ini berbahaya bagi manusia. Kalaupun anda memakan banyak nitrat, maka itu tidak jadi masalah, nitrat-nitrat tersebut akan keluar bersama urin," kata Petersson.

Nigel 'Ben' Benjamin, yang sekarang menjadi konsultan penyakit akut di Istitut Kedokteran Peninsula, Plymouth, Inggris, menemukan mekanisme protektif berbeda untuk nitrat pada tahun 1990an. Dia menunjukkan bahwa kombinasi oksida nitrat dan asam nitrat mengontrol pertumbuhan bakteri berbahaya seperti salmonella dalam usus. "Penelitian Petersson telah menunjukkan efek ini pada hewan dan saya menduga bahwa hal yang sama juga terjadi pada lambung manusia," kata Benjamin. "Ini adalah penelitian yang menarik dan bisa dijadikan alasan pendukung untuk memakan diet yang mengandung banyak sayuran segar."

Disadur dari: http://www.rsc.org/chemistryworld/

(dikutip dari: Soetrisno, http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=153)

Penguraian Air dengan Gelombang Radio

Pepatah lama yang mengatakan bahwa air adalah lawannya api mungkin sudah tidak relevan lagi digunakan pada jaman modern sekarang. Hal ini secara tidak sengaja ditemukan oleh seorang peneliti dari USA yang bernama John Kanizius.

Dalam tulisannya yang berjudul ・I>Observations of polarised RF radiation catalysis of dissociation of H2O-NaCl solutions・/I>, Kanizius mengatakan bahwa, larutan garam (H2O-NaCl dengan konsentrasi 1 - 30%) akan menghasilkan gas hidrogen dan oksigen yang dapat menimbulkan nyala api, ketika dikenai gelombang radio sebesar 13,56 MHz pada suhu kamar. Gambar muka adalah nyala api yang ditimbulkan oleh larutan 0.3% NaCl.

Temuan spektekuler ini sempat menjadi kontroversi di kalangan ilmuan USA karena isu ini berkembang secara meluas sebagai teknik yang cukup efisien untuk memecah air menjadi komponen-komponennya. Dengan kata lain, teknik ini cukup efisien untuk memecah air menjadi hidrogen yang kemudian bisa digunakan sebagai energi alternatif pengganti fossil fuel. Untuk membuktikan hasil penemuannya, Kanizius kemudian diminta memverifikasi hasil temuannya tersebut oleh salah satu Profesor dari Penn State University, Prof. Rustum Roy. Hasil verifikasi yang mereka lakukan adalah bahwa ternyata benar bahwa gelombang radio dengan keberadaan garam NaCl dapat menyebabkan pemecahan molekul air menjadi hidrogen dan oksigen. Dia menyimpulkan bahwa campuran gas hidrogen dan oksigen dari air serta udara sekitar lah yang menyebabkan terciptanya nyala api. Namun, dari hasil verifikasi tersebut, John Kanzius juga tidak pernah mengklaim bahwa penemuannya adalah proses yang efisien secara energi untuk memecah air. Serta memastikan bahwa ini merupakan suatu fenomena baru.

Dibuktikan bahwa tinggi nyala api yang dihasilkan bekisar antara 4-5 inci pada larutan dengan konsentrasi NaCl yang cukup tinggi. Hal ini terjadi secara spontan setelah gelombang radio diaplikasikan kepada sistem. Namun sebaliknya, apabila gelombang radio dipadamkan, nyala api akan padam pula. Kanizius mengatakan bahwa kunci dari fenomena ini adalah penggunaan radiasi elektromagnetik lemah untuk mendisosiasi air menjadi hidrogen dan oksigen. Selain itu, spektral raman dari larutan garam menunjukkan bahwa adanya perubahan struktural pada struktur air yang terjadi sebelum dan sesudah pembakaran dilakukan.

Sumber:

Observations of polarised RF radiation catalysis of dissociation of H2O-NaCl solutions
Authors: Roy, R.; Rao, M.L.; Kanzius, J.
Source: Materials Research Innovations, Volume 12, Number 1, March 2008 , pp. 3-6(4)
Publisher: Maney Publishing

Dapat didownload secara gratis di
http://www.ingentaconnect.com/content/maney/mri/2008/00000012/00000001/art00002
http://www.maney.spiralcom.co.uk/links/mri

(dikutip dari: Munawar Khalil, Mahasiswa S2 Departemen Teknik Kimia, University of Malaya, http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=154)

DNA Tiruan

Peneliti di Jepang berhasil membuat DNA tiruan yang mirip dengan DNA asli, termasuk kemampuannya membentuk dupleks dari sisi kanan dengan rantai-rantai tiruan. Tim peneliti ini, yang dipimpin oleh Masahiko Inouye di Universitas Toyama, membuat rantai-rantai tersebut dari empat basa DNA tiruan, yang mereka ikatkan ke sebuah kerangka dasar gula menggunakan ikatan asetilen.

Tim peneliti ini berharap suatu hari nanti dapat menggunakan DNA tiruan ini untuk membuat sistem penyimpanan informasi biologi baru yang berfungsi dalam sebuah tabung uji bukan pada sel. DNA tiruan ini akan akan "dibaca secara terbatas untuk membuat protein-protein dan pada akhirnya untuk menjaga integritas makhluk hidup," kata Inouye. "Dalam hal ini, kita bisa memanfaatkan DNA tiruan ini untuk penyimpanan informasi ketimbang DNA alami karena kestabilannya terhadap enzim-enzim alami yang tersebar dimana-mana dalam tubuh dan karena perbedaan strukturnya". DNA tiruan ini memiliki kestabilan yang sangat mirip dengan DNA alami, sehingga juga menimbulkan kemungkinan untuk membuat nano-struktur DNA yang baru.

Pasangan basa DNA buatan (bawah) sangat mirip dengan dengan yang ditemukan di alam (atas).

Inouye dan timnya membuat DNA tiruan mereka dengan mengkonversi kompleks basa-gula menjadi fosforamida dan kemudian digunakan sebagai pensintesis DNA. Yang menjadi masalah, papar Inouye, adalah bahwa ini hanya memungkinkan mereka membuat molekul DNA yang pendek, yang tidak cukup panjang untuk bisa mengkodekan informasi. "Tujuan penelitian selanjutnya adalah penyambungan dan duplikasi DNA buatan dari komponen-komponennya dengan enzim alami," tambahnya.

Richard Roberts, profesor kimia dan teknik kimia di Universitas Southern California, US, menganggap penelitian ini sangat menarik. Akan tetapi, dia ragu apakah ada enzim yang dapat mempolimerisasi nukleotida untuk membentuk rantai yang lebih panjang dari 20-100 basa.

Kembali ke alam

Tidak menutup kemungkinan bahwa DNA tiruan bisa berinteraksi dengan DNA alami, kata Inouye. Akan tetapi, jika teknologi ini akan diterapkan dalam bidang seperti terapi gen, maka "DNA tiruan masih harus diteliti lebih lanjut tentang toksisitas dan kekuatan ikatannya," dia memperingatkan. DNA tiruan ini perlu dikembangkan sebelum digunakan dalam biomedik, tambah Inouye. Timnya sekarang ini ingin meneliti kandidat-kandidat basa tiruan lainnya.

Banyak ahli biologi sistem yang mendambakan pembuatan sebuah sistem disebut sistem DNA ortogonal yang bisa dimasukkan ke dalam sel hidup tanpa mengganggu sistem hidup alami yang normal. Paul Freemont, profesor kristalografi protein di Imperial College London, menganggap bahwa penelitian Inouye tersebut termasuk dalam kategori ini. "Sejauh ini, mereka telah menggunakan kimia untuk mensintesisnya, ini menarik dan merupakan awal yang baik tetapi untuk menjadikannya sangat bermanfaat kita menginginkan DNA ini menjadi DNA ortogonal bagi kode DNA alami dan diharapkan DNA tiruan ini dapat diterima oleh semua sistem hidup dan mentranslasi kode ini menjadi sebuah fungsi yang diinginkan." Dia mengakui bahwa masih dibutuhkan waktu yang lama untuk mencapai kemajuan seperti ini.

Ada keraguan bahwa DNA tiruan ini bisa berpindah ke organisme lain. "Ini tidak mungkin karena komponen-komponen DNA tiruan tidak terdapat pada organisme-organisme hidup," kata Inouye.

Disadur dari: http://www.rsc.org/chemistryworld/

(dikutip dari: Soetrisno, http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=155)

Sel Surya Organik

Mengubah energi surya menjadi listrik dengan cara yang murah dan efisien bisa membantu menanggulangi pemanasan global dan kekurangan bahan bakar fosil. Akan tetapi, biaya produksi listrik yang tinggi dari sel-sel surya berbasis silikon telah membatasi penggunaan teknologi ini. Dalam hal ini diperlukan sel surya yang murah dengan kinerja sel tinggi dan sel surya organik bisa menjadi solusi. Sel-sel ini mudah dibuat dari material organik yang tidak mahal dan, berbeda dengan sel surya anorganik, ringan, fleksibel dan beraneka warna.

Absorpsi cahaya oleh sel-sel organik menyebabkan sebuah keadaan eksitasi yang dikenal sebagai exciton atau pasangan elektron-lubang (electron-hole). Elektron dan lubang terpisah satu sama lain dan dibawa melalui molekul donor dan akseptor ke elektroda, menghasilkan sebuah arus listrik (photocurrent). Proses konversi cahaya secara langsung menjadi listrik ini dikenal sebagai fotovoltaik dan harus dioptimasi untuk sel-sel surya organik agar menjadi efisien. Banyak upaya yang telah dilakukan untuk mencari molekul donor dan akseptor yang cocok dan pengaturannya pada sebuah permukaan elektroda yang berskala nanometer.

Fulleren dan turunannya telah banyak digunakan sebagai molekul akseptor yang sangat baik. Baru-baru ini, tabung-nano karbon (CNT), yang memiliki struktur berbasis karbon mirip fulleren, telah menarik banyak perhatian. Berbeda dengan bentuk fulleren yang bulat, CNT memiliki struktur satu dimensi seperti kawat, yang menjadikannya lebih baik dalam membentuk jalur transportasi elektron atau lubang dalam sel. Area permukaannya yang luas meningkatkan pemisahan pasangan elektron-lubang dan menunjukkan daya hantar yang beberapa kali lebih besar dibanding polimer-polimer penghantar listrik. CNT juga bisa bertindak sebagai donor sekaligus akseptor elektron tergantung pada sifat-sifat redoks dari komponen lain dalam sel. Semua sifat ini menjadikan CNT sebagai kandidat yang menjanjikan untuk pemisahan dan transport muatan dalam sel-sel surya organik.

Struktur yang mirip kawat membantu tabung-nano karbon membentuk jalur-jalur transport muatan pada sel-sel surya organik

Beberapa ilmuwan telah membuat peralatan fotoelektrokimia atau sel fotovoltaik dengan elektroda yang termodifikasi CNT. Mereka menggunakan berbagai metode, termasuk deposisi lapis demi lapis dan pelapisan semprot, untuk mengatur CNT dengan molekul donor atau akseptor yang cocok pada permukaan-permukaan elektroda. Akan tetapi, sekarang ini, efisiensi konversi energi dari elektroda yang termodifikasi CNT belum setara dengan kinerja tinggi sel surya peka zat warna - yang menggunakan elektroda titanium dioksida nanokristalin berpori dengan zat warna ruthenium.

Saat ini, sulit untuk mensintesis CNT murni dengan struktur yang konsisten. Untuk memperbaiki sel surya berbasis CNT, para ilmuwan telah memurnikan atau memilih CNT yang memiliki struktur terbaik untuk transpor muatan. Atau, pendekatan yang lebih menarik adalah dengan menggunakan CNT sebagai perancah-nano (nanoscaffold) bagi molekul donor atau akseptor untuk membuat jalur transportasi arus.

Sejarah sel-sel surya organik berbasis CNT belum lebih dari 10 tahun. Banyak penelitian yang masih harus dilakukan untuk menunjukkan potensinya dalam konversi energi surya.

Disadur dari: http://www.rsc.org/chemistryworld/

(dikutip dari: Soetrisno, http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=156)

Harapan Baru Kehidupan di Planet Mars

Molekul-molekul organik yang ditemukan pada batuan dari planet Mars mungkin bukan sisa-sisa dari mikroorganisme purba di Mars seperti yang diduga selama ini, kata peneliti di Amerika Serikat dan Norwegia. Tim peneliti ini telah menunjukkan molekul-molekul tersebut bisa terbentuk melalui proses-proses geokimia - sebuah temuan yang menunjukkan banyak planet lain dalam sistem tata surya yang mampu menghasilkan molekul-molekul yang dibutuhkan untuk kehidupan.

Ilmuwan telah lama dihadapkan pada teka-teki bagaimana hidrokarbon bisa ditemukan pada meteorit Mars yang sampai ke Bumi - mereka beranggapan bahwa senyawa-senyawa ini adalah tanda bahwa kehidupan pernah ada di planet Mars, atau didatangkan dari meteorit lain yang menabrak planet Mars.

Andrew Steele dari Institusi Carnegie di Washington, DC dan rekan-rekannya telah membandingkan karakteristik geokimia dari sebuah meteorit Mars berusia 4 milyar tahun dengan batuan volkanik serupa yang ditemukan di Arktika - dan menunjukkan bahwa keduanya mengandung struktur dan tekstur molekuler yang sama.

Dengan menggunakan teknik-teknik pencitraan dikombinasikan dengan spektroskopi Raman, tim Steele membandingkan meteorit Allan Hills 84001, sebuah meteorit Mars yang ditemukan di Antartika pada tahun 1984, dengan batuan volkanik dari kepulauan Svalbard di utara Norwegia.

Kedua sampel batuan ini mengandung butiran-butiran kecil mineral karbonat, dimana molekul-molekul organik tersimpan, berdekatan dengan magnetit besi oksida.

"Kelihatannya yang terjadi pada kedua batuan ini adalah bahwa cairan panas yang kaya karbon dioksida dari bawah permukaan naik ke atas lalu mendingin dengan cepat," kata Steele ke Chemistry World. "Karena karbondioksida menjadi dingin dengan adanya air pada permukaan, maka magnetit bisa mengkatalisis pembentukan hidrokarbon poliaromatik."

"Ini adalah penelitian pertama yang menunjukkan bahwa Mars mampu membentuk senyawa-senyawa organik," tambahnya. "Pengamatan ini tidak menghilangkan kemungkinan adanya kehidupan di Mars, tapi justru menunjukkan bahwa ada penjelasan biologis bagi molekul-molekul ini."

Mengomentari penelitian ini, ahli astrobiologi NASA John Rummel mengatakan ke Chemistry World, "Ini adalah sebuah temuan besar. Produksi senyawa organik dan karbonat secara abiotik adalah sesuatu yang bisa menjadi bagian dari planet-planet bebatuan, bahkan planet yang sedikit volkanik dimanapun ditemukan - dan hal tersebut bisa berarti bahwa senyawa-senyawa organik yang terkait dengan kehidupan di Bumi bisa ditemukan di planet ini, dan sistem-sistem tata surya lainnya."

Disadur dari: http://www.rsc.org/chemistryworld/

(dikutip dari: Soetrisno, http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=157)

Pendeteksian produk susu: memantau melamin dalam susu

Dua kelompok ahli spektroskopi massa terkemuka telah menerapkan keahlian mereka untuk memperbaiki pendeteksian melamin dalam susu.

Mereka merespon terhadap tuntutan akan teknik pendeteksian melamin yang sederhana, cepat dan murah setelah bahan kimia industri ini ditemukan terdapat dalam produk susu di Cina pada bulan September 2008. Bubuk susu yang tercemar disalahkan atas kematian empat bayi, sebagai penyebab penyakit yang mengenai puluhan ribu bayi.

Melamin, yang umum digunakan sebagai pencegah kebakaran material dan sebagai resin plastik, ditambahkan ke dalam susu selama pengolahan untuk meningkatkan kandungan proteinnya yang dinilai berdasarkan analisis kandungan nitrogen total.

Kedua teknik baru ini sama-sama memiliki kelebihan yakni sangat spesifik, akurat, sederhana dan cepat. Keduanya menggunakan ionisasi lingkungan − sampel-sampel diionisasi dalam lingkungan aslinya. Ini berarti teknik-teknik ini memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi alat pendeteksian yang mudah dibawa-bawa untuk digunakan dalam kontrol kualitas produk. Teknik kedua kelompok ini berbeda rincian ionisasi sampelnya.

Renato Zenobi, ETH Zurich, Switzerland, dan rekan-rekannya menggunakan ultrasound untuk merubah sampel susu cair yang dibubuhi melamin menjadi percikan halus (nebulise). Percikan ini kemudian diionisaisi dengan teknik EESI (ionisasi elektrospray ekstraktif) dan dianalisis dengan menggunakan spektrometri massa tandem. Metode ini memerlukan waktu 30 detik per sampel untuk pemrosesan sampel yang maksimal. Batas deteksi melamin terendah berada dalam rentang beberapa nanogram melamin per gram susu.

Zenobi berkomentar tentang teknik ini dengan mengatakan "nebulisator untuk penyaluran sampel EESI sangat sederhana dan cepat, disamping mempertahankan sensitifitas yang tinggi."

Graham Cooks, Universitas Purdue, West Lafayette, US, dan rekan-rekannya menggunakan probe plasma suhu rendah untuk mengionisasi sampel dan, dengan menggunakan tipe spektrometri yang sama, mencapai kecepatan dan batas deteksi yang sebanding. Batas deteksi yang ditemukan oleh kedua kelompok ini berada di bawah batas minimum toksisitas melamin bagi manusia.

Cook mengatakan bahwa teknik yang ada sekarang untuk penentuan melamin cukup kompleks, "media banyak membahas skandal penyembunyian melamin dan melaporkan metodologi spektrometri massa-kromatografi cair triple quadropole untuk pendeteksiannya. Kami tertantang untuk menggunakan instrumentasi yang lebih sederhana dan membuat sebuah metode yang lebih cepat berdasarkan pada ionisasi lingkungan."

David Muddiman, profesor spektrometri massa di North Carolina State University, Raleigh, US, menyebut teknik-teknik ini sebagai "contoh yang mengagumkan dari bagaimana metode-metode ionisasi analisis langsung yang inovatif, ketika dikombinasikan dengan spektrometri massa, memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah-masalah kontemporer yang dihadapi dunia. Teknik-teknik ini telah mengatasi semua kendala-kendala utama sehingga memungkinkan spektrometri massa tidak hanya dapat berkompetisi, tetapi menjadi metode utama dalam tipe-tipe analisis ini."

Disadur dari: http://www.rsc.org/chemistryworld/

(dikutip dari: Soetrisno, http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=239)

Kompor gas berbahan bakar sekam padi

Benarkah konversi minyak tanah ke bahan bakar gas dapat menghemat energi? Benarkah konversi ini dapat menghemat anggaran negara? Mungkin, tapi yang jelas anggaran keluarga kalau gas nya terbuat dari biomasa.

Penduduk di daerah terpencil, yang kesulitan mendapatkan pasokan minyak tanah dan gas dapat memanfaatkan biomasa yang mudah diperoleh dari sekitarnya. Alexis Belonio dari Filipina mengembangkan kompor berbahan bakar sekam padi. Ide ini didapatkan dari rasa tidak tega melihat sekam padi yang tidak dimanfaatkan secara efektif.

Kompor sekam ini terdiri dari dua bagian pokok, gasifier dan burner. Cara kerjanya, sekam dalam bejana berbentuk silinder dibakar dari bagian atas. Udara bertekanan dialirkan dari bagian dasar kompor menggunakan fan listrik kecil untuk membantu pembakaran. Sekam tidak sekaligus terbakar sempurna, tetapi terbakar parsial menghasilkan hydrogen, karbon monooksida dan berbagai hidrokarbon ringan ringan. Proses ini disebut pirolisis, atau penguraian oleh panas. Hasil pirolisis tersebut kemudian diumpankan ke burner/ pembakar sekunder yang menutupi permukaan atas bejana tadi.

Kelebihan kompor ini adalah selain desainnya yang sederhana, gas hasil pirolisis dapat didinginkkan dan dialirkan melalui pipa tanpa kehilangan kualitas api yang biru. Akibatnya bermacam-macam konfigurasi dapat dilakukan. Yang paling sederhana adalah menggabungkan burner dan gasifier. Konfigurasi lain dapat juga dengan memisahkan gasifier dengan burner yang terhubung pipa besi. Jumlah burner pun bisa lebih dari satu tergantung kapasitas gasifier.

Kelemahan kompor ini adalah pengoperasian tunggal, mengharuskan penghentian api saat mengisi ulang sekam. Setelah sekam terbakar menjadi arang, kerapatannya menjadi lebih tinggi, sehingga membutuhkan pasokan udara yang bertekanan lebih tinggi. Juga setelah menjadi arang, sekam tidak menghasilkan gas lagi sehingga harus diganti sekam yang baru. Walaupun demikian, kelemahan ini dapat diatasi dengan menggunakan 2 buah gasifier yang dinyalakan bergantian.

Pakar gasifikasi biomasa Dr Paul Anderson memuji tinggi penemuan Belonio ini. Sebelumnya, beliau dan rekannya Dr. Reed dari Biomass Energy Foundation, sempat menyatakan bahwa gasifikasi yang baik dalam perangkat yang sederhana sebagai mustahil. Atas penemuan ini, Belonio mendapatkan penghargaan dari Rolex Award tahun 2008.

Walau didesain untuk sekam padi, tapi saya yakin, dengan sedikit modifikasi, kompor ini dapat digunakan dengan biomasa padatan lain. Informasi lebih mendetil, termasuk foto, skema, dan cara pembuatan bisa dibaca di sini. Informasi tentang Rolex Award bisa dibaca di sini.

(dikutip dari: Martinus, http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=240)

Material cerdas bisa menstransformasi kedokteran

Biomaterial cerdas sangat menjanjikan dalam kedokteran regeneratif, diagnostik dan penyaluran obat, kata para ilmuwan di Inggris.

Rein Ulijn, seorang spesialis material biomedik di University of Manchester, mengklaim bahwa material-material yang merespon enzim memiliki "potensi untuk mendeteksi, merespon, dan mereparasi proses-proses biologis". Sebagai contoh, material-material cerdas bisa digunakan dalam piranti medis yang melepaskan obat ketika menerima sinyal biologis dari sebuah sel, kata dia.

Material-material yang merespon enzim merubah sifat-sifat mereka ketika dipicu oleh enzim-enzim tertentu. Sebagai contoh, Ulijn telah membuat sebuah material yang membentuk suatu gel pada saat merespon terhadap aksi katalitik dari sebuah enzim protease. Dia memperkirakan bahwa material ini pada akhirnya bisa digunakan sebagai sebuah perancah-sel terinjeksikan yang menjadi gel ketika dipicu oleh enzim cairan jaringan.

Cameron Alexander, seorang ahli di bidang material cerdas dan penyaluran obat dari University of Nottingham, UK mengatakan, "material yang bisa merespon terhadap suatu sinyal biologis bisa merevolusi bidang kedokteran. Penelitian ini menunjukkan bahwa aliran molekul ke dalam (dan keluar) partikel-partikel polimer bisa dikontrol dengan saklar enzim yang sangat spesifik − tahapan pertama dalam membuat material-material bio-responsif sebenarnya".

Di masa mendatang, perancangan material yang menyerupai sistem umpan-balik in vivo yang mengontrol aktivitas enzim, akan membantu memperbaiki respons material-material cerdas ini, kata Ulijn.

Disadur dari: http://www.rsc.org/chemistryworld/

(dikutip dari: Soetrisno, http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=241)

Terungkapnya Rahasia Warna Kumbang Putih

Apa yang membuat seekor kumbang putih berwarna begitu putih cerah? Sebuah penelitian baru mampu memperlihatkan sebuah jaringan luar biasa setebal 250 nm di bawah cangkang kumbang sebagai asal dari warna cemerlang tersebut. Investigasi ini memberikan penjelasan mengenai sebuah keunikan alam dan juga dapat memberikan gagasan metode baru untuk membuat struktur ultra tipis yang cemerlang yang dapat diaplikasikan dalam bidang teknologi tampilan.

Sebenarnya warna cerah dan menarik banyak ditemukan di berbagai macam spesies hewan. Namun hewan yang mampu menghasilkan warna putih begitu cemerlang sangat jarang dijumpai. Cyphochilus, jenis kumbang yang ditemukan di Thailand dan kawasan Asia tenggara lainnya memiliki kemampuan tersebut. Para ahli menduga warna putih dalam cangkang kumbang tersebut yang menutupi bagian tubuh, kepala, dan kaki membantu serangga ini untuk berkamuflase menyerupai warna jamur putih. Sumber dari warna putih kumbang tersebut yang lebih tipis dari produk buatan manapun sekarang sudah terungkap.

Dengan bantuan mikroskop elektron, para peneliti di Inggris mengungkapkan bahwa cangkang dari kumbang yang berukuran panjang 250 μm, lebar 100 μm, dan hanya setebal 5 μm tersusun dari jalinan serat yang tersusun acak yang saling berhubungan setebal 250 nm. Menurut grup peneliti yang beranggotakan ilmuan fisika Pete Vukusic dan Joseph Noyes dari the University of Exeter dan Benny Hallam dari Imerys Minerals, di Cornwall, susunan acak dan periodisitas dalam jaringan serat dan susunan yang jarang dari serat tadi serta kontras yang lebar dalam refraktif indek relatif terhadap udara merupakan sumber dari penampakan warna putih bersinar (Science 2007, 315, 348).

Kumbang putih menggantungkan penampakan putih cerahnya pada jaringan serat yang menyusun cangkang yang melingkupi tubuhnya.

Berbeda dengan warna jenis hewan lainnya yang ada pada sayap atau bagian lain, yang biasanya warna tersebut bersumber dari pigmen atau struktur periodik, warna putih ini merupakan hasil dari struktur acak dan kurang teratur. Vukusic menerangkan, serupa dengan struktur yang tidak teratur dari komponen penyusun salju dan susu, ketidakteraturan dari serat yang renggang dalam cangkang kumbang merupakan bahan yang sangat efisien untuk menyebarkan semua panjang gelombang dari cahaya yang masuk, yang menyebabkan cangkang tersebut berwarna sangat putih.

Mempertimbangkan bahwa cangkang tersebut hanya setebal 5 μm, maka cangkang ini merupakan bahan yang luar biasa berwarna putih cemerlang, menurut para peneliti. Untuk membuktikannya maka mereka memakai standar putih dari industri. Kertas putih yang merupakan susunan acak dari serat selulosa yang telah diputihkan hanya 8% lebih putih jika dibandingkan dengan cangkang kumbang, padahal kertas putih umumnya memiliki ketebalan 25 kali dari cangkang kumbang.

Efisiensi dari pemantulan cahaya yang dimiliki oleh jaringan serat mungkin suatu saat dapat diaplikasikan pada teknologi tampilan. Sebagai contoh dapat dipakai sebagai lapisan fleksibel ekstra tipis untuk bagian belakang dari lampu putih. Alam telah menunjukkan struktur yang sangat tipis dengan warna yang sangat terang, kata Vukusic. Maka terserah dari kita sekarang untuk mengambil ide ini dan memikirkan dimana bisa diaplikasikan.

Disadur dari: http://pubs.acs.org/cen/news/85/i04/8504notw4.html

(dikutip dari: Chandra Wahyu Purnomo, UGM, http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=242)